SOLUSI ALTERNATIF PEMETAAN SKALA BESAR DI INDONESIA
Oleh : Bowo Rahmanto dan Fadillah Yendi
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
SOLUSI ALTERNATIF PEMETAAN SKALA BESAR DI
INDONESIA
Abstrak
Peta skala besar sangat diperlukan
untuk pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Sampai saat ini peta skala besar
di Indonesia baru tersedia 3%. Untuk itu perlu dilakukan percepatan pemetaan
skala besar. Untuk dapat melakukan percepatan pemetaan skala besar ini, banyak
aspek yang perlu dipertimbangkan. Seperti Aspek Kelembagaan, Aspek SDM, dan
juga Aspek Teknologinya. Dalam tulisan ini, akan dibahas ketiga aspek tersebut
dalam menunjang percepatan pemetaan skala besar. Solusi dari sisi teknologi
yang memungkinkan dengan mempertimbangkan trend Industri 4.0 dan padat karya
adalah dengan memanfaatkan teknologi UAV. Teknologi UAV terkini di dukung oleh
Kelembagaan yang tertata yang dikoordinir oleh Badan Informasi Geospasial (BIG)
dan SDM Geomatika yang mumpuni, dapat menyelesaikan pemetaan skala besar di Indonesaia
dalam waktu 2 tahun.
Kata kunci: Peta Skala Besar, Teknologi UAV, SDM Geomatika
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
I Pendahuluan
1.1
Definisi Peta Skala Besar
Peta secara definisi berubah seiring dengan perkembangan
teknologi. Definisi peta dahulu seperti yang dijelaskan oleh International
Cartography ssociation (ICA) merupakan gambaran
permukaan bumi pada
bidang datar dalam
skala tertentu,dimana
skala disini menunjukkan perbandingan
antara ukuran objek di peta dengan ukuran objek sebenarnya. Definisi ini juga digunakan di Indonesia oleh BIG dimana
BIG dalam Peraturan BIG No.18 Tahun 2021 mendefinisikan “Peta dasar
skala besar merupakan peta yang menampilkan informasi geospasial berupa
permukaan bumi berikut objek-objek yang ada di atasnya yang tidak berubah dalam
waktu lama sebagai acuan dalam pembuatan dan penyajian IGT dengan skala
1:10.000 atau lebih besar”. Definisi ini tentu tidak sesuai lagi di era modern
dimana peta tidak lagi hanya ditamplikan dalam bidang datar, peta digital juga
membuat definisi skala peta kurang tepat, selain itu kebutuhan informasi
geospasial yang up-to-date di era modern ini membuat frasa “tidak berubah dalam
waktu yang lama” tidak sesuai dengan kebutuhan peta saat ini. Oleh karena itu
peta dalam era modern lebih tepat didefinisikan sebagai model bumi/
representasi bumi dalam skala tertentu dimana skala tersebut menunjukkan
tingkat detail informasi yang ada pada peta.
Pengklasifikasian
peta berdasarkan ukuran skala umum digunakan walaupun definsi untuk tiap
klasifikasi tergantung dari sudut pandang pengguna peta. Tidak ada standar baku
yang mendefinisikan rentang skala dalam mengklasifikasikan peta menjadi peta skala
kecil, skala menengah, skala besar, dan lainnya. Di Indonesia, pendefinisian
peta skala besar diatur dalam Peraturan BIG No.18 Tahun 2021 dimana peta skala
besar adalah peta dengan skala 1:10.000 atau lebih besar.
1.2 Peran
Peta Skala Besar
Peta skala besar saat ini dibutuhkan diberbagai sektor, mulai
dari keperluan pemerintahan dan pembangunan nasional, pembangunan
berkelanjutan, peningkatan efisiensi industri, basis layanan berdasarkan
lokasi, hingga pengembangan kendaraan otonom dan metaverse. Peta skala besar
berperan sebagai informasi geospasial dasar dalam melakukan analisis yang
terkait dengan ruang, memberikan informasi posisi objek serta keterkaitannya
dengan lingkungan dalam sistem otonom serta menghubungkan dunia virtual dan
dunia nyata pada metaverse.
1.2.1 Peran Peta Skala Besar Dalam Pembangunan Nasional
Kebutuhan peta dasar skala besar dalam berbagai sektor saat
ini sangat tinggi di Indonesia, misalnya pada sektor kebencanaan, tata ruang,
pertanian, perbankan, pembangunan pelabuhan, pemetaan desa, pengelolaan lahan
gambut, pengembangan kawasan industri, smart city, dan percepatan pendaftaran
tanah (Abidin, 2017). Secara khusus peta skala besar berperan dalam
perencanaan tata ruang (RDTR). Seperti yang dilihat pada gambar di bawah, peta yang dibutuhkan tidak hanya peta skala besar
tetapi juga peta skala menengah dan skala kecil. Hal ini dapat diselesaikan
melalui generalisasi dari peta skala besar sehingga proses pemetaan hanya perlu
dilakukan sekali untuk
peta skala besar saja.
1.2.2 Peran Peta Skala Besar Dalam Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Peta berperan sebagai media komunikasi informasi spasial yang
efektif. Peta memainkan peran penting, baik dalam menangani SDGs secara
keseluruhan maupun dalam mendukung respons internasional terhadap setiap
tujuan. Dari membangun infrastruktur berkelanjutan dan menyelidiki epidemiologi
hingga meningkatkan kesadaran iklim dan mempromosikan pendidikan berkualitas,
peta memiliki peran penting dalam meningkatkan pemahaman tentang dimensi
spasial dari masing-masing dari 17 tujuan dan interaksinya satu sama lain.
Ketercapaian fungsi peta dalam SDGs tentunya juga terkait dengan kualitas dan
skala peta dimana Peta Skala Besar akan mampu memberikan informasi spasial yang
lebih akurat sehinggga dapat digunakan untuk analisis yang lebih tepat sasaran.
Adapun tujuan-tujuan dari SDGs adalah:
Tujuan 01: Mengakhiri
Kemiskinan dimanapun dan dalam semua bentuk
Tujuan 02: Mengakhiri
kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik dan mendukung
pertanian berkelanjutan
Tujuan 03: Memastikan
kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk
semua usia
Tujuan 04: Memastikan
pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan
belajar seumur hidup bagi semua
Tujuan 05: Mencapai
kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan
Tujuan 06: Memastikan
ketersediaan dan manajemen air bersih yang berkelanjutan dan sanitasi bagi
semua
Tujuan 07: Memastikan
akses terhadap energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan
modern bagi semua
Tujuan 08: Mendukung
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan
produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua
Tujuan 09: Membangun
infrastruktur yang tahan lama, mendukung industrialisasi yang inklusif dan
berkelanjutan dan membantu perkembangan inovasi
Tujuan 10: Mengurangi ketimpangan
didalam dan antar negara
Tujuan 11: Membangun kota
dan pemukiman inklusif, aman, tahan lama dan berkelanjutan
Tujuan 12: Memastikan pola
konsumsi dan Produksi yang berkelanjutan
Tujuan 13: Mengambil aksi
segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya
Tujuan 14: Mengkonservasi
dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya laut, samudra dan maritim
untuk pembangunan yang berkelanjutan
Tujuan 15: Melindungi,
memulihkan dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem
daratan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi desertifikasi
(penggurunan), dan menghambat dan membalikkan degradasi tanah dan menghambat
hilangnya keanekaragaman hayati
Tujuan 16: Mendukung
masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan
akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi-institusi yang
efektif, akuntabel dan inklusif di semua level.
Tujuan 17: Menguatkan
ukuran implementasi dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan yang
berkelanjutan
Ketujuh belas tujuan tersebut dapat dikelompokkan kedalam 4 pilar pembangunan yaitu :
1.
Pilar
Pembangunan Sosial
Pilar
Pembanguna Sosial mencakup tujuan 1,2,3,4, dan 5. Mengakhiri kemiskinan memerlukan dukungan
sumber daya alam apa saja yang terkandung didalam wilayahnya. Untuk mengetahui sumber daya alam yang
terkandung di dalamnya, perlu dilakukan pemetaan skala besar. Demikian juga
dengan tujuan ke-02 mengakhiri kelaparan. Untuk dapat mengakhiri kelaparan,
bisa dari sisi swasembada pangan atau juga dari sisi meningkatkan ekonomi
masyarakat. Swasembada pengan memerlukan area pertanian atau peternakan yang
terkelola dengan baik. Perlu distribusi yang baik juga. Diperlukan
infrastruktur jalan dan irigasi dan juga pasar-pasar untuk mendukung semuanya.
Jadi infrastruktur, lahan pertanian dan peternakan memerlukan peta.
Tujuan 3, dan
4 yang meningkatkan taraf kesehatan dan pendidikan. Pendidikan dan kesehatan
memerlukan infrastruktur bangunan sekolah dan juga infrastruktur kesehatan.
Untuk mendirikan dan mengelola infrastruktu ini diperlukan peta skala besar.
2.
Pilar
Pembangunan Ekonomi
Pilar
pembangunan ekonomi mencakup tujuan 7,8,9,10, dan 17
Pembangunan
ekonomi perlu memerlukan peta. Peta dibutuhkan untuk memberikan informasi tentang
sumber daya alam apa saja yang ada di dalamnya. Sumber daya alam ini dapat dimanfaatkan dan dikelola dengan baik
sehingga akan meningkatkan ekonomi suatu bangsa. Tujuan 7 dan 8 yang berkaitan
dengan energi dan tenaga kerja, sangat jelas membutuhkan informasi dimana saja
dan ada energi apa saja yang dapat di manfaatkan untuk kemakmuran bangsanya.
Termasuk pemanfaatan dari energi ini, memerlukan SDM atau penyerapan tenaga
kerja.
3.
Pilar
Pembangunan Lingkungan
Pilar
pembangunan lingkungan mencakup tujuan 6,11,12,13,14, dan 15
Tujuan 6
berkaitan dengan air bersih, tentunya akan memerlukan peta untuk mendukung
distribusinya. Dari mulai mata air
sampai ke rumah penduduk. Tujuan 11 membangun kota yang aman dan berkelanjutan
sangat membutuhkan peta. Mulai dari merencanakan lokasi yang tepat untuk
pemukiman, tahap pembangunan sampai tahap pemeliharaan memerlukan ketersediaan
peta yang uptodate. Demikian juga dengan tujuan 12,13,14, dam 15 memerlukan
peta skala besar untuk memanfaatkan lahan, memonitoring, dan melindungi lingkungan. Disini peran tata
kelola tata ruang sangat berperan dan hal ini memerlukan peta skala besar.
4.
Pilar
Pembangunan Hukum dan Tata Kelola
Pilar
pembangunan hukum dan tata kelola mencakup tujuan 16
Perdamaian,
stabilitas, hak-hak asasi manusia dan pemerintahan efektif berdasarkan aturan
hukum adalah jalur pentimg menuju pembangunan berkelanjutan. Kita hidup di
dunia yang semakin terbagi-bagi. Beberapa wilayah menikmati perdamaian yang
berkelanjutan, keamanan dan kemakmuran, sementara wilayah lain tampak
terus-menerus berada dalam lingkaran konflik dan kekerasan. Kondisi ini tidak
bisa dihindari dan harus diketahui.
Tingginya
kekerasan bersenjata dan rasa tidak aman memiliki dampak merusak pada
pembangunan negara, memengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan seringkali menimbulkan
rasa dendam di antara komunitas yang bisa berlangsung hingga beberapa generasi.
Kekerasan seksual, tindak kejahatan, eksploitasi dan penyiksaan juga sering
terjadi dalam kondisi konflik atau jika tidak ada hukum yang mengatur, dan
negara harus mengambil tindakan untuk melindungi mereka yang berada dalam
risiko.
Salah satu
faktor adanya ketidak amanan adalah karena perebuatan aset, batas desa, atau
batas administrasi lainnya. Adanya tumpang tindih pemberian hak seperti yang
terjadi antara lahan warga dengan lahan konsesi hutan misalnya. Semua ini tidak
akan terjadi jika kebijakan satu peta dan satu data segera terwujud. Untuk itu
diperlukan percepatan pemetaan skala besar mengingat di Indonesia ketersediaan
peta skala besar masih 3%.
1.2.3 Peran
Peta Skala Besar Dalam Industri Modern dan Industri 4.0
Peta skala
besar berperan dalam memberikan informasi geospasial yang kemudian dikombinasikan
dengan informasi lainnya dapat memeberikan aspek keruangan dari suatu data.
Pemahaman mengenai posisi objek tersebut kemudian dapat digunakan sebagai dasar
analisis dalam sektor industri untuk berbagai hal baik dalam industri yang
sudah berkembang ataupun untuk industri 4.0 yang akan datang.
Pemanfaatan data geospsasial dalam
industri yang sudah ada dapat terlihat diberbagai sektor industri. Pada jasa
ekspedisi, penyusunan rute jasa antar paket yang memungkinkan peningkatan
efisieni dari sisi waktu dan biaya dengan mendesain rute terbaik dalam
pengiriman paket. Pemanfaatan peta skala besar laintelihat dengan berkembangnya
model bisnis “service based on location”. Pemanfaatan lain juga dapat dilihat
pada analisis lokasi untuk perhitungan anggunan pada perbankan dan analisis
biaya asuransi rumah terhadap bencana alam.
Perkembangan teknologi kendaran
otonom dan digital twin city membutuhkan informasi geopasial yang detail dan
akurat. Kendaraan otonom membutuhkan informasi mengenai posisi kendaraan
tersebut dalam ruang dan posisi objek di lingkungan sekitarnya. Dalam prakteknya
perusahaan umumnya menggunakan peta HD sebagai petunjuk awal untuk kendaraan
tersebut. Peta HD ini pada dasarnya adalah peta skala besar yang didesain
khusus untuk kendaraan otonom dimana peta ini memuat informasi jalanan secara
detail, akurat dan uptodate. Hal yang sama juga dibutuhkan pada digital twin
city dimana untuk membuat suatu digital twin dibutuhkan informasi lokasi yang
detail, akurat dan uptodate sehingga peta skala besar juga harus
mempertimbangkan proses updating rutin.
1.3 Peta Skala Besar Indonesia Saat Ini
Peta skala
besar Indonesia saat ini masih belum mencukupi, peta skala besar indonesia baru
tersedia 5% untuk skala 1:5000 diluar dari wilayah hutan. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan
mengingat peta skala 1:5000 dibutuhkan untuk keoerluan RDTR, pembangunan berkelanjutan
dan industri. Oleh karena itu diperlukan percepatan pemetaan skala besar di Indonesia.
Pemetaan skala besar di Indonesia juga harus memepertimbangkan skema pembaruan peta
mengingat kebutuhan peta skala besar yang up-to-date semakin tinggi. Skema tersebut
termasuk didalamnya akuisisi data, kontrol kualitas, integrasi dengan basis
data lainnya seperti data statistik, serta pendanaan.
II TEKNOLOGI
PEMETAAN SKALA BESAR
2.1 Pemetaan
Skala Besar di Dunia
2.1.1 Peta Skala Besar di Inggris
Pemetaan
nasional skala besar di inggris dikelola oleh 2 lembaga nasional yaitu Ordnance
Survey untuk wilayah britania raya dan Ordnance Survey of North Ireland untuk
wilayah irlandia utara. Pemetaan skala besar terdiri dari 1:1.250 untuk daerah
perkotaan 1:2.500 untuk daerah pedesaan, dan 1:10.000 lebih umum. Peta skala
besar ini biasanya digunakan dalam konteks penggunaan lahan profesional dan
tersedia sebagai lembaran sampai tahun 1980-an, ketika peta tersebut
didigitalkan. Inggris merupakan negara pertama yang melakukan proses
digitalisasi peta skala besar pada awal perkembangan world wibe web di tahun
1995 dimana mereka mendigitasi sebanyak 230.000 lembar peta.
Pemetaan skala besar di inggris saat
ini berkembang kearah pembuatan digital twin dan infrastruktur untuk kendaraan
otonom. Dari sisi proses pengadaan data, Ordnance Survey bekerjasama dengan
perusahaan Intel untuk mengembangkan teknologi mobile mapping baik aerial
maupun streetmappng untuk updating data serta meriset kemungkinan penggunaan
data sensor dari kendaraan otonom sebagai sumber data serta aspek legal dan
privasi dari user. Ordnance Survey juga bekerja sama dengan Singapura untuk
meriset kemungkinan penggunaan model 3D kontruksi bangunan sebagai sumber data
geospasial.
2.1.2 Peta Skala Besar di Singapura
Pemetaan
nasional di Singapura dikelola oleh Singapore Land Authority (SLA) yang
merupakan badan hukum di bawah Kementerian Hukum Pemerintah Singapura. SLA bertugas
untuk mengoptimalkan sumber daya lahan untuk pembangunan sosial dan ekonomi
Singapura. SLA dibentuk pada 1 Juni 2001 ketika Kantor Pertanahan, Pendaftaran
Tanah Singapura, Departemen Survei dan Unit Pendukung Sistem Pertanahan
digabung.
Pemetaan skala besar di singapura
saat ini sudah masuk kedalam pembuatan digital twin Virtual Singapore, suatu
model kota tiga dimensi (3D) yang dinamis dan platform data kolaboratif,
termasuk peta 3D Singapura. Pengadaan data model 3D singapura sudah dimulai tahun 2012-2014 oleh SLA. SLA
juga bekerja sama dengan Bentley untuk mengimplementasikan skema CityGML, yang
merupakan standar yang dikelola oleh Open Geospatial Consortium (OGC) untuk
memungkinkan interoperabilitas dan pertukaran data. Setelah selesai, Virtual
Singapore diharapkan akan menjadi platform digital 3D otoritatif yang ditujukan
untuk digunakan oleh sektor publik, swasta, masyarakat, dan penelitian.
2.2 Standar Ketelitian
Standar ketelitian pemetaan skala besar di Indonesia sudah termuat dalam
SNI 8202:2015 tentang ketelitian peta dasar yang selanjutnya diubah sebagian
melalui Peraturan BIG Nomor 6 tahun 2018. Ketelitian yang diatur meliputi:
- Ketelitian geometri
Nilai yang menggambarkan
tingkat ketidakpastian koordinat posisi suatu objek pada peta dibandingkan
dengan koordinat posisi objek yang dianggap sebenarnya
Komponen ketelitian geometri terdiri atas
-
Akurasi
horizontal
-
Akurasi
vertikal
- Ketelitian atribut
Nilai yang
menggambarkan tingkat kesesuaian atribut sebuah objek di peta dengan atribut
sebenarnya. Ketelitian ini biasa juga disebut ketelitian tematik atau
ketelitian semantic.
Standar
ketelitian peta juga diatur dalam Peraturan Badan Informasi Geospasial
No 18 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Informasi Geospasial.
2.3 Aspek Teknologi
Beberapa teknologi yang
umum saat ini untuk pemetaan skala besar di antaranya: Foto udara, Foto udara
dan Lidar, Airbone SAR dan Citra Satelit Resolusi Tinggi.
Berikut ini tabel yang menggambarkan mengenai
teknologi akuisisi dan pemetaan skala besar menggunakan teknologi di atas:
Teknologi Akuisisi |
INPUT (Data Geospasial Dasar) |
Pemetaan (Software Used) |
OUTPUT (Informasi Geospasial
Dasar) |
Foto Udara |
·
Stereo Image Pairs ·
EO ·
Mosaicked Orthphoto |
·
3D Stereo Photogrammetry ·
Editing & QC:
atttributing, seamlessing, topology & geodatabase |
1. Bangunan dan Fasilitas Umum 2. Transportasi dan Utilitas 3. Hipsografi 4. Perairan 5. Garis Pantai 6. Penutup Lahan 7. Nama Rupabumi 8. Batas Wilayah Administrasi |
Foto Udara + LIDAR |
·
Stereo Image Pairs ·
Mosacked Orthophoto ·
Classified point cloud
LIDAR |
·
3D Stereomate ·
Lidar Classification ·
Editing & QC |
|
Airbone SAR |
·
Orhorectified Radar
Images ·
DSM ·
DTM |
·
3D Stereomate ·
Editing & QC |
|
CSRT |
·
Ortho-images ·
Mosaicked Ortho-image |
·
2D Feature Extraction ·
Editing & QC |
2.3.1 Teknologi Pemetaan Foto Udara
Pemetaan skala besar menggunakan
Foto Udara, merupakan teknik pemetaan yang memanfaatkan Pesawat Udara sebagai
wahana pembawa sensornya. Adapun sensor
yang di bawa oleh pesawat ini adalah kamera Udara metrik yang cukup besar. Karena dengan wahana pesawat udara, maka
diperlukan ijin security clearance dan bandara udara untuk tempat takeoff dan
landing. Tinggi terbang peswat ini di
atas 3000 kaki, sehingga memang cocok untuk area yang luas. Setidaknya 10.000
ha dapat dengan cepat dilakukan akuisisi datanya.
Setelah
akuisisi data, selanjutnya foto udara tersebut di olah menggunakan softcopy
photogrammetry untuk diperoleh DTM, DSM dan orthophotonya. Digitasi feature juga bisa dilakukan di
softcopy photogrametry, atau digitasi di atas orthofotonya dengan software GIS.
2.3.2 Teknologi Pemetaan Foto Udara
dan Lidar
Teknologi pemetaan foto udara +
Lidar pada prinsipnya sama dengan pemetaan dengan foto udara biasa. Hanya saja
di sini ditambahkan sensor Lidar. Dimana
sensor lidar ini akan menghasilkan data ketinggian berupa point cloud yang
kemudian dapat diklasifikasikan menjadi data DTM dan DSM. Kalau menggunakan teknologi pemetaan foto
udara biasa, untuk memperoleh data DTM dan DSM perlu proses photogrammetry yang
panjang. Dengan adanya sensor lidar ini,
data DTM dan DSM akan diperoleh jauh lebih cepat.
2.3.3 Teknologi Pemetaan Airborne
SAR
Teknologi pemetaan dengan Airborne
Inter-ferometric Synthetic Apertere Radar (IFSAR) adalah pemetaan dengan wahana
pesawat udara (biasanya menggunakan jet khusus) dengan sensor berupa IFSAR.
IFSAR merupakan sistem aktif, artinya bahwa sensor ifsar akan mengirimkan
gelombang dan akan menangkap kembali gelombang tersebut yang kemudian di
lakukan pengolahan-pengolahan. Output dari pengolahan IFSAR adalah DSM, DTM dan
Orthorectified Radar Image. Kemudian
dari data-data tersebut dilakukan pengolahan baik secara 3D maupun 2D untuk
memperoleh Feature Extractionnya. Image
orthorectified radar adalah hitam putih, untuk mempermudah intepretasi di
superimpose dengan CSRT.
2.3.4 Teknologi Pemetaan CSRT
Pemetaan dengan Citra Satelit
Resolusi Tinggi termasuk pemetaan yang untuk skala besar yang relatif paling
murah di antara teknologi pemetaan skala besar di atas. Saat ini, resolusi tertinggi untuk citra
satelit 30 cm. Artinya, bahwa dengan
CSRT ini, dapat dilakukan pemetaan skala 1:5000. Tentunya dengan penambahan
Ground Control Point yang cukup agar bisa masuk dalam ketelitian 1:5000. Teknologi pemetaan CSRT ini biasanya untuk
pemetaan 2D saja. Bisa juga dilakukan pemetaan 3D, tapi memerlukan CSRT yang
stereo dan hal ini sangat jarang dilakukan. Dengan kombinasi teknologi IFSAR,
pemetaan skala besar untuk area yang besar dapat dilakukan dengan cepat.
Feature Extractionnya dari CSRT, sedangkan DTM dan DSM diperoleh dari IFSAR.
2.3.5 Teknologi Pemetaan Pesawat
Udara Nir Awak (PUNA)
Teknologi PUNA atau lebih dikenal
sebagai UAV (unmaned Aerial Vehicle) adalah teknologi pemetaan yang menggunakan
pesawat tanpa awak (nir awak). Sensor
kamera atau lidar dapat di bawa oleh wahana ini. Pengendalian pesawat secara
otomatis sesuai dengan jalur terbang
yang sudah direncanakan. Teknologi ini cocok untuk area yang kecil, kurang dari
20.000 ha. Keunggulan dari teknologi ini adalah harganya yang relatif lebih
murah dibandingkan dengan wahana pesawat udara, juga secara perizinan lebih
mudah. Selain itu tidak diperlukan landasan khusus, bahkan untuk tipe VTOL
dapat lepas landas dan mendarat secara vertikal.
2.3 Aspek Lembaga
Pada umumnya pembuatan informasi
geospasial pada suatu negara untuk keperluan nasional di tugaskan pada Lembaga
pemetaan nasional negara tersebut. Informasi geospasial yang menjadi tanggung
jawab Lembaga pemetaan nasional bervariasi pada tiap negara, pada neraga
seperti singapura yang memiliki lahan terbatas memerlukan perencanaan tata
ruang yang lebih kompleks sehingga mereka menggabungkan fungsi Lembaga pertanahan,
pemetaan menjadi satu organisasi atau justru membagi Lembaga pemetaan nasional
mereka menjadi 2 lembaga yang berbeda seperti yang dilakukan Inggris. Sedangkan
di Indonesia, Lembaga yang bertanggungjawab adalah Badan Informasi Geospasial
sebagai lembaga pemetaan nasional.
Berdasarkan
undang-undang geospasial, BIG merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung
jawab terselenggaranya Peta Skala Besar di Indonesia. BIG sendiri merupakan lembaga pemerintah di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam pelaksanaannya, BIG selalu berkoordinasi
dengan Bapenas dalam perencanaan penyelenggaraan peta skala besarnya. Selain
itu perihal mengenai kewajiban dan hak tiap lembaga terkait juga harus
dipertimbangkan mengingat kepemilikan data dalam kebijakan satu peta masih
menjadi milik maing-masing instansi.
2.4 Aspek SDM
Sumber Daya Manusia merupakan asset
yang paling penting dalam keberhasilan penyelenggaraan pemetaan skala
besar. SDM harus unggul dan memenuhi
tiga aspek, yaitu : aspek kuantitas, aspek kualitas dan persebaran di suruh
wilayah NKRI
Kondisi SDM
untuk pemetaan skala besar di Indonesia masih belum mencukupi. Dari tahun 2015
hingga tahun 2024, diprediksi masih terdapatnya gap SDM IG atau tidak
terpenuhinya kebutuhan SDM IG di Industri. Terlebih, SDM IG pada saat ini masih
terpusat di Pulau Jawa. Sehingga industri-industri di luar Pulau Jawa masih
sangat kekurangan SDM IG.
III Solusi
Pemetaan Skala Besar di Indonesia
3.1 Tantangan Pemetaan
Skala besar di Indonesia
Kondisi dan karakteristik
Geografis Indonesia yang terletak di daerah tropis serta dilalui oleh cincin
api (ring of fire) menjadikan tantangan tersediri dalam pemetaan skala besar.
Berikut ini tantangan tersebut:
1. Total Luas Daratan
kurang lebih 1.9 juta km2
2. Negara Kepulauan,
dimana terdapat 16.677 pulau bernama
3. Jumlah Penduduk 267.7
juta menurut sensus 2018
4. Kepadatan Penduduk:
151 orang per Km2 dengan 56.7% tinggal di Pulau Jawa
5. Topografi bervariasi
mulai dari dataran hingga pegunungan
6. Cakupan awan sangat
luas dan hampir terjadi sepanjang tahun
7. Kondisi lingkungan dan
permukiman yang kompleks
Selain itu, Indonesia
terletak di pertemuan lempeng vuklanik (ring of fire) sehingga sering terjadi
bencana alam seperti gempa, gunung meletus, longsor dan tsumami. Hal ini mengakibatkan posisi atau koordinat
di bumi Indonesia mengalami pergerakan (dinamis), sehingga perlu pembuatan
sistem referensi yang semi dinamis. Untuk itu, di Indonesia berlaku SRGI2013.
Indonesia telah ketinggalan
dalam hal pengadaan peta skala besar.
Untuk itu, dalam hal percepatan pengadaan ini perlu dilakukan secara cepat,
ekonomis tapi tetap menjaga kualitasnya. Cepat karena memang sesuai RPJMN yang
mengamanatkan harus selesai di tahun 2024, Ekonomis karena berkaitan dengan
anggaran yang tidak tak terbatas. Dan perlu dilihat berbagai opsi penganggaran.
Yang terkahir harus Bagus, yang berarti sesuai dengan standard ketelitian yang
telah ditetapkan.
Dalam hal memberikan alternatif solusi pemetaan
skala besar, dibagi menjadi 3 aspek. Yaitu aspek Kelembagaan, Aspek Teknologi
dan Aspek SDM.
3.2. Aspek Kelembagaan
Aspek kelembagaan
merupakan bagian yang paling penting dalam proses pengadaan peta skala besar
ini. Adapun struktur kelembagaan yang diusulkan sebagai berikut:
Badan Informasi
Geospasial atau BIG bertindak sebagai koordinator sekaligus regulator. BIG akan
menyusun rencana kerja, spesifikasi teknik, infrastruktur data spasial dan juga
penganggaran. Sesuai dengan Perpres mengenai KPBUMN, BIG dapat bekerja sama
dengan BUMN untuk pengelolaannya.
BIG dalam pelaksanaannya
dapat menunjuk BUMN pelaksana. BUMN ini
yang akan mengkoordinir pekerjaan yang telah di rumuskan oleh BIG. BUMN juga menggalang
pendanaan. Selanjutnya, BUMN dapat
bekerjasama dengan pelaksana lainnya atau di subkan ke komunitas geospasial.
Dalam hal ini yang paling siap di Indonesia saat ini adalah APSPIG (Asosiasi
Perusahaan Pemetaan dan Informasi Geospasial) dan MASKi (Masyarakat Kadastral
Indonesia). Jika kedua komunitas ini
kurang, dapat mengikutsertakan masyarakat yang memang mempunyai keahlian di
bidang pemetaan skala besar ini (partisipasi masyarakat).
BIG juga perlu menunjuk badan independen yang
bertugas mensupervisi pekerjaan yang dilaksanakan oleh BUMN pelaksana.
Supervisi ini harus lembaga yang tidak mempunyai konflik of interset terhadap
pelaksanaan pemetaan skala besar ini. Supervisi juga merupakan kumpulan
ahli-ahli yang tersertifiasi di bidang geospasial dan memahami aspek teknis
dari pemetaan skala besar ini.
Berkaitan dengan sumber daya manusia,
pelaksana akan disupport oleh SDM yang telah tersertifikasi di bidang
geospasial oleh lembaga terakreditasi seperti ISI, Perguruan Tinggi. Pelaksana
juga disupport oleh peralatan-peralatan yang terkini oleh vendor geospasial
baik dari sisi software maupun hardwarenya.
Berikut ini beberapa hal yang perlu dilakukan
oleh BIG sebagai lembaga regulator sebelum pekerjaan pemetaan skala besar
tersebut dilakukan:
a.
Perkuat Jaring Kontrol
Geodesi
b.
Perkuat jaringan CORS
c.
Pengkinian data Geoid
d.
Pengkinian data
pasang/surut
e.
Pengkinian dan Publikasi
SRGI2013
f.
Pembuatan KAK dan JUKNIS
g.
Pembentukan lembaga
Supervisi yang independent
3.3. Aspek Teknologi
Sesuai dengan RPJMN bahwa
pemetaan skala 1:5000 harus selesai di tahun 2024 atau dalam waktu kurang lebih
2 tahun. Dari berbagai macam teknologi seperti yang ditunjukkan dalam tabel di
bawah ini, maka teknologi yang tepat untuk pemetaan skala besar adalah dengan
menggunakan UAV
Teknologi UAV, saat ini
dapat melakukan pemetaan skala besar dengan cepat, ekonomis dan bagus. Cepat
karena bisa terbang rendah sehingga tidak memerlukan perijinan yang rumit, dan
bisa terbang di bawah awan (ketinggian di bawah 400m). Ekonomis karena untuk
investasi sistem UAV ini jauh lebih murah dibandingkan dengan pesawat udara.
Apalagi pesawat ini menggunakan listrik, yang tentunya lebih hemat dan tidak
mencemari lingkungan. Selain itu teknologi
ini cocok untuk updating, karena memang
ideal untuk area yang kecil.
Kelemahan dari teknologi
ini adalah, hanya dapat mengcover area yang kecil. Sehari satu sistem 20 km2.
Artinya kalau akan memetakan seluruh
Indonesia memerlukan sistem yang banyak. Berdasarkan pemaparan dari Kapus
PPRT-BIG dibutuhkan 252 sistem.
Adapun tahapan-tahapan
untuk pemetaan skala besar dengan menggunakan teknologi UAV dijabarkan dalam 4
tahapan, yaitu pembagian zona, akuisisi, pemetaan dan penyajian peta.
3.3.1 Pembagian Zona
Secara geografis
Indonesia sangat luas. Untuk itu perlu dibuat zona-zona agar dapat menentukan
skala prioritas dalam pembuatan peta skala besar khususnya skala 1:5000. Berikut ini usulan zonasi dan skalanya:
-
Hutan: Skala 1:25.000
-
Non Urban: Skala 1:10.000
-
Urban Jarang: Skala
1:5.000 dan
-
Urban Padat: Skala
1:1000
3.3.2 Akuisisi Data
Berdasarkan zonasi, maka luas
Urban adalah 88.483 Km2, Rural 841.772 Km2, dan Eksisting
26.351 Km2. Jadi total luas area prioritas yang dipetakan dan
selesai tahun 2024 adalah 903.904 km2. Berikut ini tabel kebutuhan
sistem UAV dengan catatan bahwa akuisisi harus selesai dalam waktu 1,5 tahun dan
satu sistem dapat menyelesaikan 20 km2 per harinya.
Dari tabel di atas, dibutuhkan
sistem sebanyak 101 buah. Kebutuhan 101 sistem ini dapat dipenuhi oleh pelaksana
pemetaan skla besar di Indonesia. Hal ini karena di Indonesia terdapat lebih
dari 100 perusahaan pemetaan yang tergabung dalam wadah Asosiasi Perusahaan Survei
Pemetaan dan Informasi Geospasial serta lebih dari 100 firma di bawah MASKI.
Selain itu juga banyak kelompok masyarakat atau komunitas yang bergerak di
bidang geospasial. Jadi dalam pelaksanaanya akan melibatkan 101 perusahaan yang
kompeten yang telah melalui seleksi yang diselenggarakan oleh BUMN pelaksana.
Ke-101 perusahaan ini nantinya akan disebar keseluruh area pemetaan secara
serentak, sehingga dalam waktu 1,5 tahun aquisisi data dapat terselesaikan
semua.
Wahana
utama dalam akuisisi ini adalah UAV, adapun spesifikasi dari UAV adalah sebagai
berikut:
· Pesawat Udara Nirawak(PUNA) /UAV
· Merupakan type fixed wing 6
· Memiliki kemampuan Vertical Take-of and Landing (VTOL)
· Wahana dilengkapi peralatan GPS teliti untuk Post-processing Kinematic (PPK) atau Real-time Kinematic (RTK) \
· Dilengkapi sistem autopilot
· PUNA sudah teregistrasi Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara
· Durasi terbang drone dalam sekali terbang minimal 50 menit Kamera Pemotretan Udara
· Fixed Lens
· Minimal 24 Megapixel
· Self-calibration
· Memiliki kemampuan geotagging vang terintezrasi dengan GPS
3.3.3 Pemetaan
Setelah akuisisi
data, maka langkah selanjutnya dalam pemetaan adalah pemrosesan data itu
sendiri. Data foto atau citra akan diolah menjadi orthofoto dan DSM atau DTM
serta peta garis. Untuk melakukan proses ini, dahulu dilakukan dengan manual.
Setiap foto stereo dilakukan pengamatan untuk mendapatkan titik-titik
ketinggian tanah. Demikian juga dengan feature extractionnya, dilakukan dengan
cara melakukan digitasi terhadap tampilan stereo foto atau digitasi pada
orthofotonya. Hal ini membutuhkan waktu yang lama serta perlu operator yang
banyak.
Dengan adanya
teknologi Artificial Intelligent, proses feature extraction dapat dilakukan
secara otomatis dengan terlebih dahulu membuat suatu algoritma. Demikain juga
dengan DSM dan DTM nya dapat dilakukan secara otomatis berkat kemampuan image
prosessing dan kemampuan komputer saat ini.
3.3.4 Penyajian Peta
Penyajian peta merupakan tahap akhir dari pembuatan
peta. Dalam penyajian peta ini diperlukan infrastruktur geospasial. BIG sebagai
koordinator pemetaan dasar di Indonesia yang akan menyediakan infrastrukturnya.
Data-data hasil dari tahap pemetaan yang dikerjakan oleh partisipasi
masyarakat, pihak swasta maupun oleh BUMN kemudian disatukan dalam satu simpul
jaringan yang disediakan dan dikelola oleh BIG.
Selain itu,
dalam hal penyebar luasan data IG, perlu di buat tingkatan-tingkatan. Dalam
artian, ada data yang sifatnya gratis atau dapat di unduh secara bebas atau
yang sifatnya berbayar. Berikut ini diagram yang di tulis oleh Van Loenen 2006.
Sebagai
gambaran tentang pelaksanaan pemetaan skala besar ini, berikut ini diberikan
contoh penjadwalah pelaksanaannya.
3.4 Aspek Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia
merupakan komponen yang penting dalam kesuksesan pemetaan skala besar ini.
Untuk itu SDM harus yang terampil dan sesuai dengan kebutuhan. Dengan pemilihan
teknologi yang serba otomatis, tentunya diperlukan surveyor yang smart juga.
Untuk itu, peran perguruan tinggi dan SMK pemetaan sangat diperlukan dalam hal
ini.
Pemilihan teknologi
drone, akan membutuhkan banyak sekali sistem jika dibandingkan dengan teknologi
pesawat. Seperti tercantum dalam gambar di atas, bahwa diperlukan 252 sistem
untuk dapat mengakuisisi data seluruh Indonesia. Drone ini tidak mahal, artinya
banyak masyarat khususnya surveyor yang dapat melakukannya. Perusahaan pemetaan
swasta ada sekitar 100 perusahaan, Kantor Jasa Surveyor Berlisensi juga lebih
dari 100.
Selain pihak swasta
dan KJSB, dapat dibantu juga oleh partisipasi masyarakat. Tentunya masyarakat
ini telah diberikan training dan telah lulus uji kompetensi. Seperti yang
dilakukan oleh ATR/BPN dalam menyelesaikan program pendaftaran tanah nasional
PTSL. Jadi dalam hal ini BIG yang membuat standarisasi dan supervisi.
Pemetaan skala besar
harus selalu di update. Upating dengan menggunakan drone relatif paling ideal.
Hal ini karena, updating dilakukan untuk area-area yang memang terjadi
perubahan. Perubahan ini tidak luas dan tidak drastis, sehingga teknologi UAV/Drone merupakan teknologi yang
paling efektif. Adapun pelaksananya bisa dilakukan oleh partisipasi masyarakat,
KJSB atau pihak swasta lainnya.
IV PENUTUP
Sesuai dengan RPJMN bahwa pemetaan skala 1:5000
atau peta skala besar harus sudah selesai pada tahun 2024, maka perlu dilakukan
langkah-langkah untuk melakukannya. Mengingat Indonesia memiliki area yang
sangat luas dengan geografis yang khas, maka perlu dibagi-bagi menjadi zonasi.
Zonasi ini bertujuan untuk membuat skala prioritas, karena tidak memungkinkan
dalam waktu dua tahun harus selesai semua peta skala 1:5000 untuk seluruh
Indonesia.
Pemilihan teknologi juga akan berpengaruh
terhadap SDM dan lama pengerjaannya. Adapun teknologi UAV untuk daerah urban
jarang dan padat menurut kami merupakan teknologi yang tepat dengan didukung
oleh partisipatif masyarakat dan kerjasama dengan BUMN dan pihak swasta
lainnya. Dengan pengadaan sistem UAV sebanyak 101, akuisisi data dapat
dilakukan selama 1,5 tahun.
SDM merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam pelaksanaan pemetaan skala besar ini. SDM yang terlibat harus yang berkualitas,
memahami standar yang ditetapkan dan mempunyai integritas yang tinggi terhadap
suksesnya pemetaan skala besar ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Ade Komara, Pemetaan Skala
Besar,Kuliah Umum-Prodi Geodesi ITB, 2022
After val Loenen, Open Data Policy,
2015
Agung Indrajit, Kuliah Umum Konsep
Pembinaan Industri IG, 2021
Benito, Megatrends,
Kompasiana-2022
BIG,
“Peraturan Kepala BIG No 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta
Dasar”, 2014
BIG,
“Undang-Undang Informasi Geospasial No 4 Tahun 2011”
BIG, PerBIG
18/2021
BIG, Roadmap
Pengembangan SDM Bidang IG 2019-2024, Tahun 2019
BPN, Kerangka Acuan Kerja Pembuatan
Peta Dasar Pertanahan Menggunakan PUNA di Provinsi Jambi, 2022
Huawei, Digital Twin of City, 2020
International
Carthographic Association (ICA), the world body for mapping and GIScience
professionals
KBBI. (2021). Kamus Besar
Bahasa Indonesia Daring . Retrieved from https://kbbi.kemdikbud.go.id
Mengenal Peta,
bisnis asyik Blog. 2019
National Mapping Agency, Wikipedia
Peta,
“Wikipedia Indonesia”.
Pratikono, BIG Data, 2018
Prof. Dr. Hasanuddin Z. Abidin,
Geospasial Untuk Pembangunan NKRI Peluang dan Tantangan, Webinar 2020
Prof. Suhono
Harso Supangkat, Webinar Digital Twin, 2021
SNI 8202 2019, Ketelitian Peta Dasar
Wim van Wegen, Singapore’s Journey
towards a Nationwide Digital Twin, GIM International, Agustus 2022
Komentar
Posting Komentar