GCP Chip Database Sebagai Alternatif Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar di Indonesia

 

I.  Latar Belakang

Perkembangan informasi saat ini begitu pesat sejak era digital, khususnya sejak era telekomunikasi seluler sudah membumi.  Dengan adanya Smartphone, peta digital yang dipelopori oleh google map menjadi sangat informatif dan banyak digunakan untuk aktifitas sehari hari.  Seperti mencari lokasi suatu tempat, melihat kondisi lalu lintas, bernavigasi dan lain sebagainya. “Map in your hand” hal yang dulu sepertinya hanya seperti mimpi.

Banyak aktifitas sehari hari yang membutuhkan peta. Seperti yang sangat popular saat ini diantaranya:

Pengantaran

Peta sangat dibutuhkan oleh pengantaran. Baik itu pengantaran barang maupun pengantaran orang. Dan hal ini telah dimanfaatkan dengan baik oleh Gojek dan Grab.  Dengan Aplikasi yang berbasiskan peta digital, kitab bisa memantau pergerakan orang maupun barang secara realtime.

Navigasi

Dengan adanya aplikasi google map, orang-orang jadi mudah untuk melakukan perencanaan “traveling”. Kita bisa merencanakan di atas peta digital rute yang akan dilalui.  Dengan tambahan informasi seperti kepadatan lalu lintas misalnya, akan menambah efisiensi dalam merencanakan rute perjalanan.  Selain itu, dengan mengaktifkan GPS, dapat memantau posisi dan arah dari perjalanan itu sendiri.

Taxi Drone

Di Indonesia akan segera ada Taxi Drone yang bergerak secara autonomous atau tanpa pilot.  Tentunya dalam pengendaliannya, system ini akan membutuhkan peta digital skala besar yang akurat dan juga terkini.  Kota-kota besar cepat sekali mengalami perubahan dengan pembangunannya, sehingga peta digital juga perlu di perbaharui dengan cepat juga.

Fleet Management

Perusahaan-perusahaan ekspedisi sangat membutuhkan peta skala besar dan akurat dalam perencanaan distribusi barang-barangnya agar efisien dan efektif.  Dengan adanya peta yang akurat ini akan memangkas bahan bakar, sehingga memangkas biaya transportasinya. 

Autonomous

Saat ini mulai dikembangkan mobil tanpa supir atau biasa disebut autonomous.  Untuk dapat menjalankan system ini, memerlukan peta digital skala besar yang  terbaru.  Dalam hal ini, peta digital akan berfungsi sebagai pemandu mobil dari satu titik perjalanan ke titik perjalanan lainnya. Tentunya dengan penambahan sensor-sensor pemandu dan keselamatan lainnya. 

 

Peta-peta digital juga banyak digunakan oleh berbagai macam instansi baik itu instansi pemerintah maupun instansi swasta.  Peta dapat dijadikan landasan dalam hal pengelolaan sumber daya alam, perencanaan pembangunan dan juga bisa dilakukan untuk melakukan pendaftaran tanah seperti yang dilakukan oleh Atrbpn.

 

Peta-peta yang dijelaskan di atas, banyak macamnya. Ada yang hanya peta garis, peta foto, peta dasar dan juga peta tematik.  Masing-masing instansi membuat petanya sendiri-sendiri, sehingga sering terjadi tumpeng tindih.  Hal ini karena memang, belum tersedianya peta skala besar dengan satu sistem dan satu referensi.  Dimana untuk Indonesia, telah di tetapkan satu sistem referensi untuk peta yaitu sistem SRGI 2013. Untuk mewujudkan Indonesia dalam satu sistem referensi ini, dibuatlah jaring Kontrol geodesi. Baik berupa jaring kontrol horisontal maupun jaring kontrol vertikal.  Sayangnya, kerapatan dari jaring kontrol geodesi ini masih belum sesuai kebutuhan.  Misalnya untuk area Bandung Raya hanya ada 2 titik kontrol yang terletak di Soreang dan di Lembang.  Tentunya hal ini akan mempersulit Ketika akan dilakukan pembuatan peta di area Bandung Kota. Karena harus melakukan pekerjaan perapatan koordinat atau melakukan koneksi ke titik-titik control tersebut.  Untuk masyarakat dengan latarbelakang bukan dari geodesi yang akan melakukan pembuatan peta maupun updating peta tentunya hal ini akan menyulitkan.  Untuk itu perlu dilakukan perapatan titik-titik kotrol geodesi dan juga mudah untuk digunakan oleh masyarakat pada umumnya.  Salah satunya dengan membuat GCP Chip Database.

Gambar 1, Sebaran JKG di Indonesia

Gambar 2, Sebaran JKG di Bandung, hanya ada dua titik JKG


II.  GCP Chip Database

GCP Chip adalah kompilasi dari sampel citra atau foto yang sudah bergeoreferensi.  Atau dengan kata lain, bahwa GCP Chip ini merupakan potongan kecil dari suatu citra atau foto bergeoreferensi.  Artinya, bahwa setiap piksel yang ada di potongan-potongan citra/foto ini mempunyai koordinat sesuai dengan referensinya.  Biasanya GCP Chip berukuran 256 x 256 piksel atau lebih.  GCP Chip ini juga berisi metadata dari mana citra atau foto ini diperoleh, tahun pembuatan, wahana yang digunakan, juga informasi-informasi lainnya.  GCP Chip juga dapat berisi layer-layer lainnya.  Seperti layer ketinggian dalam bentuk DSM maupun DEM, layer tutupan lahan, layer peta garis, dan lain-lain.  Sekumpulan GCP Chip ini, kemudian disimpan dalam database.  Selanjutnya dinamakan GCP Chip Database.

 

Adapun manfaat dari GCP Chip ini diantaranya dapat digunakan sebagai Ground Control Point (GCP) untuk keperluan koreksi geometrik suatu citra atau foto udara.  Dengan adanya GCP Chip ini, akan menghilangkan kebutuhan yang berulang kali dalam hal pengumpulan GCP yang sama pada citra dari area yang sama.  Misalnya GCP Chip ini sudah tersedia di area Bandung Raya, maka ketika akan dilakukan pembuatan peta yang baru, tidak perlu lagi melakukan pembuatan GCP untuk koreksi geometriknya.  Atau bisa juga GCP Chip ini berlaku sebagai control kualitas dari suatu peta yang dibuat.  Misalnya peta baru area Bandung Raya dibuat dengan menggunakan UAV, maka hasilnya akan di landingkan dengan GCP Chip ini.  Jika antara GCP Chip dan peta baru match atau sesuai, maka bisa dikatakan bahwa peta baru tersebut telah sesuai dan memenuhi standard dan berada dalam satu sistem referensi.

 

 

III.  Membangun GCP Chip

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa GCP Chip merupakan potongan dari citra atau foto udara yang telah bergeoreferensi atau biasa disebut dengan Citra Tegak.  Untuk membangunnya, dibutuhkan citra tegak atau ortho foto.  Dalam hal ini, dibangun dari citra atau foto udara yang sudah menggunakan SRGI 2013.  Dari citra tersebut kemudian di buatlah grid-grid dengan ukuran 1000 m x 1000 m.  Dalam satu grid tersebut kemudian di pilih area yang akan digunakan sebagai satu GCP Chip. Adapun kriterianya diantaranya adalah:

·         Unsur yang tidak mudah berubah

·         Persimpangan jalan

·         Area terbuka (bukan di bangunan)

·         Jembatan

·         Tanda tanda alam lain yang mudah dikenali dan tidak cepat berubah

Setiap potongan GCP tersebut kemudian di tambahkan layer-layer pendukungnya.  Seperti data ketinggian yang dapat berupa DSM maupun DTM, juga potongan peta digitalnya.  Selanjutnya potongan-potongan tersebut dikumpulkan ke dalam database (bisa format geotiff atau format image yang lainnya).

Gambar 3, Pembuatan GCP Chip dari Citra Tegak / Ortho Foto




Gambar 4, Diagram Alir Pembuatan dan Pemanfaatan GCP Chip Databse


Setelah GCP Chip Database dibuat, Langkah selanjutnya adalah mendistribusikan ke stakeholder atau pihak-pihak yang berwenang seperti kalau di Indonesia oleh BIG. Setiap masyarakat yang akan membuat peta harus mengacu pada chip database tersebut, sehingga semua hasil pemetaan akan dalam satu system yaitu SRGI 2013.  SRGI 2013 merupakan datum geodesi nasional (DGN) dengan sistem koordinat global serta mempertimbangkan perubahan koordinat berdasarkan fungsi waktu karena adanya dinamika bumi.  Secara praktis dinyatakan dalam koordinat geodetic lintang, bujur dan tinggi mengacu pada geoid.  Karena menganut sistem koordinat dinamis, untuk itu GCP Chip ini koordinatnya juga akan dinamis mengikuti fungsi waktu.  Oleh sebab itu, perlu dilakukan koreksi terhadap GCP Chip ini secara periodik.

 

 

IV.  Cara Menggunakan GCP Chip

GCP Chip dapat berfungsi sebagai GCP atau titik ikat, dapat juga sebagai kontrol dari suatu ukuran atau peta yang sering disebut sebagai ICP (Independent Check Points).  Cara pengguanaannya sebagai GCP atau titik ikat dapat dilakukan sebagai berikut.  Panggil citra atau foto yang belum bergeoreferensi (raw),  kemudian panggil juga GCP Chip yang sesuai dengan area projek.  Cari kenampakan yang sama antara di GCP Chip dan di Citra/Foto.  Jika di dalam GCP Chip ada layer ketinggian, dapat di inputkan juga sebagai titik tingginya. Selanjutnya pilih di area yang sama tersebut dan disimpan sebagi titik kontrol point-nya.  Lakukan hal yang sama untuk semua GCP Chip di area projek. Jika sudah terkumpul semua, dapat dilakukan proses selanjutnya yaitu koreksi geometrik.  Jika hasilnya memehuni syarat error, selanjutnya dibuat petra citra tegaknya atau ortho fotonya. Hasilnya adalah peta citra tegak atau ortho foto dengan sistem koordinat SRGI 2013.

Gambar 5, Citra Raw dan Citra Raw yang di ZOOM di area bandara sebagai GCP



Gambar 6, GCP Chip yang sesuai dengan lokasi GCP


GCP Chip database juga bisa digunakan sebagai kontrol dari peta atau ukuran yang baru.  Citra atau Foto udara dilakukan koreksi geometrik oleh pembuat peta.  Teknik dan metode koreksi geometriknya dibebaskan.  Kemudian hasil dari koreksi geometrik tersebut kemudian di overlaykan dengan GCP Chip.  Misalnya dengan menggunakan aplikasi SIG atau Image Processing.  Kemudian dilakukan analisis kesalahan atau errornya.  Jika kesalahannya melebihi toleransi, perlu di ulang koreksinya. Tapi jika memenuhi toleransi, maka dapat di katakan bahwa peta baru tersebut sudah tervalidasi dan sesuai dengan standard peta dengan sistem SRGI 2013.

 

 

V.  Regulasi dan Pengelolaan GCP Chip

Membangun GCP Chip Database untuk seluruh wilayah Indonesia perlu dibuat regulasi.  Regulasi atau siapa saja instansi yang dapat membuat, mengendalikan dan mengontrol GCP Chip ini.  Sehingga pengelolaannya dapat efisien dan optimal dalam penggunaannya.  Termasuk cara mempublikasikannya.  Apakah sifatnya gratis, atau berbayar.

 

 

VI.  Kesimpulan

Peta skala besar merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk bisa tersedia di seluruh Indonesia.  Baik untuk keperluan praktis maupun keperluan rekayasa. Untuk dapat mempercepat pembuatan peta skala besar dan juga untuk keperluan updating petanya, diperlukan titik kerangka dasar geodesi dengan distribusi yang lebih rapat paling tidak tiap 1000 m x 1000m. Salah satu metodenya dengan membangun GCP Chip database.  GCP Chip database ini merupakan “Tatakan Indonesia” dalam bentuk potongan Foto bergeoreferensi SRGI 2013 dan berisi layer-layer lainnya seperti Peta Digital, DSM, DTM, Metadata dan informasi lainnya. 

 

GCP Chip database ini menggunakan system referensi SRGI 2013, dimana koordinat system ini bersifat dinamis atau berubah menurut fungsi waktu.  Untuk itu GCP Chip ini perlu dilakukan transformasi koordinat secara periodik agar diperoleh nilai koordinat terkini.  Perlunya regulasi dan juga stakeholder yang akan mengelola GCP Chip Database ini sehingga pemanfaatannya optimal.

 

Selanjutnya, penulis juga menyarankan perlunya dibuat program koreksi geometrik otomatis yang berbasiskan GCP Chip ini agar memudahkan pengguna khususnya untuk pengguna yang tidak mempunyai latar belang keilmuan geodesi.

 

 

VII.  Referensi

1.  SK Kepala Badan Informasi geispasial Nomor 33.2 Tahun 2021 tentang “Jaring Kontrol Geodesi”

2.       Materi Kuliah “Sistem Referensi Geospasial” 2022

3.       Chip Manager, PCI Geomatica

4.   Chandelier, Airbus Defence and Space, “A Worldwide 3D GCP Database Inherited From 20 Years of Massive Multi-Satellite Observations” ISPRS Volume V-2-2020, 2020

5.      Guoyuan Li, Huabin Wang, “Orhto-Rectification of HJ-1A/1B Multi-Spectral Image Based on The GCP Image Database”, ISPRS Vol XXXIX-B4, 2012

6. Roger Lott, “Geodesy on the Move Dealing with Dynamic Coordinate Reference Systems,”International Association of Oil & Gas Producers, April 2017


Komentar

Postingan populer dari blog ini

OBSLUZIVO INDONESIA

ASPEK SURVEI DALAM BIM

PEMANFAATAN GOOGLE MAP HYBRID DAN QGIS UNTUK IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN GARIS PANTAI PULAU JAWA