Sistem Referensi Geospasial Untuk Peta Masa Depan

I. Latar Belakang 
Saat ini kebutuhan akan peta semakin banyak. Masyarakat mulai familiar menggunakan aplikasi-aplikasi berbasis peta. Seperti aplikasi yang gojek, grab dan aplikasi pengantaran lainnya. Juga dengan adanya google map, layanan peta semakin interaktif dan menarik. Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, kebutuhan akan peta di masa depan harus di antisipasi. Adapun kebutuhan peta di masa depan dapat dicirikan sebagai berikut: • Skala Besar Kebutuhan peta skala besar memang sangat dibutuhkan. Seperti untuk perencanaan tata kota, dimana diperlukan pet dengan skala 1:5000. Juga untuk keperluan navigasi di masa depan. Dimana di masa depan, navigasi akan menerapkan sistem autonomous. Salah satu input sistem autonomousnya adalah peta dengan ketelitian sampai 10 cm. Demikian juga untuk kepentingan-kepentingan rekaya laiannya. • Pemutakhiran data instan Di masa depan, peta harus uptodate. Karena banyak kebutuhan yang menggunakan lokasi sebagai parameter utamanya. Misalnya mobil otomatis, pengantaran dengan menggunakan drone, dan lain sebagainya. Tentunya dibutuhkan peta yang up to date. • Area daratan dan lautan menjadi satu kesatuan Peta masa depan juga harus mendukung kemampuan menyatukan area daratan dan lautan. Saat ini, daratan dan lautan mempunyai sistem referensi yang berbeda karena berkaitan dengan kepentingan yang berbeda pula. Dengan satu sistemnya antara daratan dan lautan, akan memudahkan penggunaan yang lebih terintegrasi. • Layanan cepat Untuk mendapatkan peta, saat ini yang paling mudah dengan menggunakan aplikasi seperti di google map yang disediakan secara gratis. Peta sangat dibutuhkan oleh banyak instansi sesuai kebutuhannya. Kemudahan mendapatkan peta ini, akan memperlacar proses pembangunan dan keperluan lainnya tentunya. • Akurat Semakin besar skala peta yang dibutuhkan, semakin akurat pula peta ini. Jadi tidak hanya menampilkan peta yang semakin mendekati reality nya di dunia nyata, tapi juga semain akurat. • Mendukung 3D Peta 3D akan sangat dibutuhkan di masa depan. Seperti penggunaan drone taxi, tentunya akan memerlukan tempat-tempat pendaratan di gedung-gedung dengan akurat. Dan gedung-gedung ini perlu di modelkan dalam bentuk 3D yang akurat. Juga bisa untuk keperluan menempatkan antena BTS dari telpon celular. Dengan peta 3D bisa diketahui visibilitas dari pancaran gelomangnya. Dalam hal memenuhi kebutuhan skala besar tersebut, perlu adanya satu sistem referensi sehingga semua peta, dari berbagai sumber, dan dari berbagai pengguna dapat menggunakannya dengan baik dan benar. Sistem referensi ini selanjutnya disebut sebagai sistem referensi geospasial yang berfungsi sebagai acuan sistem yang digunakan dalam pembuatan peta di masa depan tersebut. 

 II. Sistem Referensi Geospasial 
 Untuk memetakan daerah yang tidak begitu luas, atau kurang dari area 30x30 Km2, permukaan bumi dapat diasumsikan sebagai permukaan yang datar. Sehingga pada pekerjaan pemetaan ini berlaku ilmu ukur bidang datar seperti yang telah disampaikan dalam ilmu ukur tanah. Tetapi lain halnya kalau memetakan daerah yang sangat luas, maka faktor kelengkungan bumi harus diperhitungkan. Karena kalau tidak diperhitungkan, terlepas dari kesalahan-kesalahan dalam pengukuran, akan menimbulkan kesalahan yang terus merambat dari satu titik ke titik yang lain yang akan dipetakan. Dengan demikian terdapat perbedaan konsepsi antara pemetaan di daerah yang relatif sempit dengan di daerah yang relatif luas. Penjelasan selanjutnya akan mengemukakan konsepsi untuk pemetaan daerah yang relatif luas, misalnya pemetaan suatu wilayah negara. Permukaan bumi fisis (realita) tidak merupakan permukaan yang teratur. Oleh karena itu dalam pemetaannya perlu dicari bidang referensi pemetaan yang teratur, dalam arti besar dan bentuknya menyerupai bumi secara global. Bidang referensi yang dimaksud adalah bidang matematik, di mana di atas permukaan bidang tersebut dapat dilakukan hitungan matematik secara seragam terhadap besaran-besaran pengukuran, seperti jarak, sudut dan asimut untuk menentukan posisi. Posisi obyek diatas, pada dan dibawah permukaan bumi dinyatakan dengan nilai koordinat dan nilai koordinat ini disusun berdasarkan sistem koordinat tertentu. Dalam mendefinisikan posisi di bumi dari hasil pengukuran dan pemetaan menggunakan suatu sistem referensi tertentu yang dinamakan dengan sistem referensi Geospasial. Spektrum posisi di bumi dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini. Untuk memahami Sistem Referensi Pengukuran dan Pemetaan atau Sistem Referensi Geospasial perlu memahami Datum Geodesi, Coordinat Reference System (Sistem Referensi Koordinat) dan Coordinat reference Frame (Kerangka Referensi Koordinat). Ketiga hal tersebut berperan penting terhadap nilai koordinat hasilpengukuran yang kemudian akan dipetakan dalam sebuah peta Sistem Referensi Geospasial merupakan suatu terminologi modern yang persis sama dengan terminologi yang dulu dikenal dengan istilah datum geodesi, yaitu suatu system koordinat kartesian (X,Y,Z, dan t = waktu) ITRF, yang konsisten dan kompatibel dengan system koordinat geosentrik global, yang ketiga salib sumbunya berpusat dititik massa gaya berat bumi (= earth centred earth fixed / ECEF) (Cecep S, 2019).

Gambar 1 Spektrum Posisi di Bumi



Pada  Penjelasan  Penjelasan  Undang Undang Informasi Geospasial Nomor  4 Tahun 2011 tentangInformasi  Geospasial,  Pasal 27 Ayat(2) Huruf a. Sistem Referensi Geospasial (SRG) adalahmeliputi   :   a.   datum geodesi; b. system  referensi koordinat; c. sistemproyeksi. Menurut  Peraturan  Kepala  Badan Informasi  Geospasial Nomor 15 Tahun 2013,  Sistem Referensi Geospasial adalah suatu sistem referensi  koordinat,  yang  digunakan  dalam  pendefinisian  dan  penentuan  posisi  suatu  entitas geospasial   mencakup   posisi   horizontal,   posisi   vertikal   maupun   nilai   gayaberat   berikut perubahannya  sebagai  fungsi  waktu.Sistem  Referensi  Geospasial  terdiri  atas  Sistem  Referensi Geospasial Horisontal dan Sistem Referensi Geospasial Vertikal.

Datum  geodesi  didefinisikan  sebagai  a  curved  reference  surface  that  is  used  to  express the  positions  of  features  consistently(Blick,  2014). Kemudian  Clynch,  2006  mendefinisikan A datum  can  be  defined  by  specifying  the  ellipsoid,  the  coordinates  of  a  single  point  and  the direction north. The point ties down the ellipsoid to the physical earth and also implicitly defines the  placement  of  the  center  of  the  earth. Dalam  pengertian  tentang  datum,  disebutkan  suatu bentuk  geometri  yang  digunakan  sebagai referensi untuk mengekspresikan  posisi  dimuka  bumi. Bentuk  geometri tersebut  dinamakan  dengan  ellipsoid.  Bentuk  bumi  sesungguhnya  sangat  tidak teratur, maka untuk mendekati bentuk bumi yang tidak teratur tadi digunakan ellipsoid tersebut. Dalam  Ellipsoid  disusun  system  koordinat  X,Y,Z  dengan  pusat  koordinat  di  pusat  ellipsoid tersebut.  Bumi  fisis  juga  memiliki  system  koordinat  Xe,Ye,Ze  (CTS)  tersendiri  dengan  pusat koordinat pada pusat massa bumi.  Datum lebih menekankan letak posisi bentuk matematis bumi atau ellipsoid terhadap bentuk fisis bumi sebenarnya. Hubungan letak ellipsoid danbentuk fisis bumi dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.

 

       Gambar 2 Definisi Datum Geodesi Ellipsoid Referensi dan Bumi fisis

Sehingga untuk mendefinisikan koordinat, kedudukan dan orientasinya dalam ruang di muka bumi, parameter yang digunakan oleh suatu datum adalah:

·  Parameter utama, yaitu setengah sumbu panjang ellipsoid (a), setengah sumbu pendek (b), dan penggepengan ellipsoid (f).

·         Parameter translasi, yaitu yang mendefinisikan koordinat titik pusat ellipsoid (Xo,Yo,Zo) terhadap titik pusat bumi.

·         Parameter rotasi, yaitu (εx, εy, εz) yang mendefinisikan arah sumbu-sumbu (X,Y,Z) ellipsoid.

  

 

III.   Perencanaan Sistem Referensi Geospasial  

Sistem referensi geospasial merupakan kebutuhan yang wajib di definisikan.   Untuk itu perlu ditentukan sistem referensi geospasial yang sesuai untuk wilayah Indonesia.  Adapun langkah-langkah dalam menentukan Sistem referensi geospasial adalah sebagai berikut:

 

a.       Penentuan Datum yang digunakan

Penentuan dataum atau acuan, diperlukan sistem koordinat yang akan digunakan, model ellipsoid, serta melakukan pengamatan untuk mendapatkan defleksi vertikal mendekati nilai nol.  Berkaitan dengan sistem koordinat,  dipilihlah koordinat dengan sistem dipakai di dunia yaitu sistem koordinat geodesi dengan menggunakan titik tinggi dari geoid.  Sistem koordinat geodesi adalah sistem koordinat yang sumbu pusatnya berimpit dengan pusat masa bumi.  Sumbu Z mengarah ke kutub utara, sumbu x merupakan perpotongan dari median yang melewati greenwhic dan bidang ekuator.  Sedangkan sumbu Y orthogonal dengan sumbu X dan sumbu Z mengikuti aturan tangan kanan.  Untuk menetukan Sumbu Z, berdasarkan konferensi CTP.  Adapun untuk kerangkanya digunakan kerangka dari ITRF atau International Terrestrial Reference Frame.

 

ITRF (International Terrestrial Reference Frame) adalah   suatu   produk   dari The International  Earth  Rotation  and  Reference  Systems  Services (IERS)  sebuah  lembaga badan yang bertanggung jawab dalam menjaga standar waktu global dan kerangka referensi, khususnya melalui  kelompok Earth  Orientation  Parameter(EOP)  dan International  Celestial  Reference System(ICRS)   miliknya.   Salah   satu   fungsi   IERS   adalah   mengumumkan   detik   kabisat (Wikipedia).  ITRF  dijadikan  kerangka  referensi  sebagai  datum  geodesi  nasional  pada  masing-masing negara di dunia. Institusi IERS ini menggantikan tugas dan fungsi institusi yang dikenal dengan  nama  International  Polar  Motion  Service  (IPMS)  dan  BIH  (Bureau  International  de I‟Heure). ITRF setelah melalui beberapa kesepakatandalamkonvensi   adalah   merupakan suatu  kerangka  referensi  global    ideal  dari system  referensi  International  Terrestrial  Reference System (ITRS)(Petit dan  Luzum, 2010 dalam Cecep S, 2019). Realisasi ITRS ini  berlanjut dan diberi nama ITRF-yy,  yy menunjukkan tahun realisasi tersebut. Realisasi ITRS ini pertama kali dilakukan  pada  tahun  1988  dan  diberi  nama  ITRF88.  Realisasi  ITRS  yang  terpublikasi  sampai saat  ini  adalah  ITRF08,  artinya  kerangka  koordinat  dan  kecepatan  yang  dihitung  dengan menggunakan semua data IERS sampai akhir tahun 2008 (Cecep, 2014).  Wujud ITRF ini adalah nilai–nilai  koordinat  dari  jaring  kontrol  geodesi  yang  tersebar  diseluruh  dunia  sesuai  dengan epok  pengamatan  (tahun  pengamatan)  oleh  IERS.  Setiap  realisasi  ITRF  yang  baru,  IERS mempublikasikan  revisi  seri  sebelumnya  dalam  hal  posisi/nilai  koordinat  dan  laju  kecepatan untuk  jaringan  global  kontrol  geodesi  yang  terdiri  dari  beberapa  ratus  stasiun  control/penjejak  (tracking  stations). Realisasi  ITRF  2008  beserta  cara  pengukuran  posisi  stasiun  control  yang tersebar diseluruh permukaan bumi yang  dipublikasikan oleh IERS dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.


 

                    Gambar 3 Realisasi ITRF olehIERS di seluruh permukaan bumi



 

 

 

Oleh IERS posisi stasiun control didefinisikan koordinatnya dan dipublikasikan keseluruh dunia sebagai Realisasi ITRF2008.  Realisasi evolusi ITRF terkini adalah ITRF2014 (Altamimi et al., 2016, dalam Subarya 2019).Suatu realisasiITRF dihasilkan dari proses hitungannilai  koordinat stasiun-stasiundan kecepatan linier dan non-linier pergerakan ratusan stasiun VLBI/SLR/GNSS/DORIS.    ITRF  saat  ini  merupakan  sistem  kerangka  yang  stabil  pada  tingkat milimeter,  dan  pada  evolusi  realisasi  terkini  ITRF2014  epoch  2010.0  yang  dalam  prosesnya memperhitungkan  suatu  inovasi  dalam  pemodelan  sinyal-sinyal  periodik  (tahunan dan  setengah tahunan) dan „post seismic deformations atau PSD‟ pada wilayah di berbagai belahan dunia yang terdampak  oleh  gempa  bumi  kuat,  seperti  diantaranya  di  bagian  barat  P.  Sumatra  (ibid,  2016). Pada  evolusinya pergeseran  yang  terjadi  atau  „shift  geocenter‟  dari  ITRF2008  ke  ITRF2014 adalah  sebesar  3,5  mm  (Altamimi  et  al.,  2016,  dalam  Subarya  2019).  Stasiun –stasiun  kontrol yang terpasang diseluruh dunia ini akan digunakan sebagai acuan atau referensi pengadaan titik kontrol atau titik referensi lainnya dengan klasifikasi yang lebih rendah. Dalam spesifikasi datum perlu   dituliskan   referensi   ITRF-YY,   karena   akan   digunakan   sebagai   referensi   koordinat. Distribusi stasiun kontrol diseluruh dunia dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini.

 


Gambar 4 Distribusi titik referensi Geodesi di seluruh Permukaan Bumi

 

 

Model Elipsoid Best Fit WGS’84

Setelah sistem referensi di definisikan, selanjutnya adalah menentukan model bumi yang tepat.  Pengamatan-pengamatan satelit digunakan untuk dapat menentukan model matematik yang mendekati bentuk bumi.  Dimana model matematik yang tepat adalah model ellipsoid.  Sampai saat ini, model ellipsoid yang best fit dengan bentuk bumi dan mendekati bentuk geoid secara global adalah ellipsoid WGS’84.  Ellipsoid WGS’84 ini digunakan sebagai ellipsoid referensi.  Adapun empat parameter yang di definisikan di dalam WGS’84 adalah sebagai berikut:

·         Setengah sumbu panjang elipsoid: a  = 6378137 meter

·         Penggepengan (flattening):                f   = 1/298,257223563

·         Kecepatan angular bumi                      ω = 7292115 x 10-11 rad/sekon

·         Konstanta gravitasi bumi                     G = 3986005 x 10-8 m3/sekon2

 

Menentukan Geoid

Untuk   mengetahui   bentuk   bumi   sesungguhnya,   pada   sekitar   abad   17,   para   pakar kebumian yaitu geofisis dan geodet,  telah  bersepakat  bahwa  permukaan  air  laut  rata-rata  yang tidak  terganggu (oleh angin,  cuaca,  pasang-surut  dan  lain-lain) dipakai  sebagai  bentuk  fisis-teoritis  daripada  permukaan bumi,  karena  pada  permukaan  ini  mempunyai  realita  fisis  sebagai bidang potensial yang menyelimuti permukaan bumi. Bidang potensial ini yang akan digunakan untuk mengetahui bentuk fisis bumi. Di mana pada bidang potensial ini, semua garis gaya berat akan melaluinya secara tegaklurus. Sehingga alat-alat ukur seperti theodolit dan waterpass yang nivo-nivonya  telah  seimbang,  maka Sumbu  I-nya  telah  tegak  lurus  pada  bidang  ekuipotensial yang  sejajar  dengan geoid  setempat. Selanjutnya  oleh  Listing,  permukaan  ini  dinamakan geoid,sehingga geoid ini dinyatakan sebagai bentuk fisis bumi sesungguhnya.

 

Setelah dilakukan survei gaya berat secara global, di daratan dengan peralatan gravimeter maupun  di  lautan dengan  satelit  gravimetri, ternyata  permukaan  geoid  ini  bukan  permukaan bidang  yang  teratur,  tetapi  bergelombang/berundulasi bergantung  pada distribusi kepadatan massa batuan di sekitarnya. Permukaan geoid ini merupakan referensi tinggi yang digunakan.

  

 


 Gambar 5. Bentuk Geoid Global dari EGM96

 


b.      Penentuan Sistem Referensi Koordinat Horisontal

Sistem  Referensi Geospasial  Horisontal menggunakan referensi  model  matematik  bumi yang berupa Elipsoid. Sistem referensi koordinat berupa system referensi koordinat geosentrik (3D) yaitu  Sistem  Koordinat  Kartesian : X,  Y,  Z dan atau system koordinat  pada  bidang lengkung (Sistem  Koordinat  Geodetis)  : Bujur  (λ), lintang (φ) dan tinggi ellipsoid (h). Sistem koordinat tersebut  didefinisikan  pada  ellipsoid sebagai sistem  referensi  koordinat pada  bentuk fisis  bumi. Dalam  system  Referensi  Geospasial  Horisontal  dalam  Sistem  Referensi  Geospasial Indonesia 2013 diatur sebagai berikut : titik pusat sistem koordinat berimpit dengan pusat massa bumi  sebagaimana  digunakan  dalam  ITRS,  satuan  dari  sistem  koordinat  berdasarkan  Sistem Satuan  Internasional  (SI);  dan  orientasi  sistem  koordinat  bersifat  equatorial,  dimana  sumbu  Z searah  dengan  sumbu  rotasi  bumi,  sumbu  X  adalah  perpotongan  bidang  equator  dengan  garis bujur  yang  melalui  greenwich  (greenwich  meridian),  dan  sumbu  Y  berpotongan  tegak  lurus terhadap  sumbu  X  dan  Z  pada  bidang  equator sesuai  dengan  kaidah  sistem  koordinat  tangan kanan, sebagaimana digunakan dalam ITRS.

Kerangka  Referensi  Koordinat dalam  system  referensi  Geospasial  horizontal  diperoleh  dari hasil  publikasi  IERS  berupa  ITRF  pada  waktu  tertentu.  Wujud  Kerangka  Referensi  Koordinat adalah  Jaring  Kontrol  Geodesi  dengan  stasiun–stasiun  kontrol  geodesi direalisasikan  dalam bentuk  fisik  dilapangan  berupa  pilar/monument/stasiun/Bench  Mark/Titik  Kontrol/Titik  dasar Teknik.  Jaring  Kontrol  Geodesi  ini  memiliki  parameter  waktu,  sehingga  harus  didefinisikan kembali  nilai  koordinatnya  pada  durasi  waktu  tertentu.  Hal  ini  terjadi  karena  terjadi  nya deformasi  kerak  bumi,  yaitu  perubahan  elastis  linier  pada  bentuk  dan  ukuran  pada  kerak  bumi akibat dari pergerakan lempeng tektonik atau lapisan lithosfir. Dalam system referensi geospasial horizontal  ini  harus  dapat  menunjukkan perubahan  nilai  koordinat  sebagai  fungsi  waktu  yaitu vektor  perubahan  nilai  koordinat  sebagai  fungsi  waktu  dari  suatu  titik  kontrol  geodesi  yang diakibatkan  oleh  pengaruh  pergerakan  lempeng  tektonik  dan  deformasi  kerak  bumi.  Dengan demikian Datum yang diperoleh tidak lagi datum static, melainkan sudah menuju kearah datum dinamik  atau  kinematik.Sebelumnya  kegiatan  pengukuran  dan  pemetaan  bereferensi  pada Sistem  referensi  yang  berorientasi  pada  datum  static,  nilai  koordinat  tetap  tidak  mengalami perubahan.

 

 

c.       Penentuan Sistem Referensi Koordinat Vertikal

Dalam kegiatan survei, pengukuran dan pemetaan untuk menentukan tinggi suatu titik di muka bumi harus diketahui titik nol sebagai referensi, maka bidang referensi titik nol = datum vertikal  ini  digunakan  untuk  menentukan  tinggi  tempat.  Datum  Vertikal  secara  geometris  dapat dibedakan dalam 2 (dua) system yaitu :

·         Suatu  permukaan  „ideal‟  bidang  matematis  hitungan  yaitu  geoid  tinggi  gravimetrik (=„N‟), sebagai bidang permukaan ekuipotensial medan gayaberat Bumi atau disebut Tinggi Orthometrik.

·         Permukaan  elipsoida  referensi, yaitu  tinggi  diatas  permukaan  ellipsoid  refrensi  yang digunakan, system ini disebut Tinggi Geometri.

 

Tinggi  orthometrik  (=„H‟)  bereferensi  ke  “quasi-geoid”  yang  merupakan  suatu  bidang permukaan  ekuipotensial  gayaberat  dan  didefinisikan  secara  kuadrat  terkecil,  berimpit  dengan bidang  fisis  Bumi  yaitu  muka  laut  rata-rata  atau  mean  sea  level  (msl)  global  dalam  keadaan diam.  Pada  umumnya,  suatu  datum  tinggi  orthometrik  yang  sifatnya  „lokal‟,  dibangun  ditepi pantai berkolokasi terhadap „msl‟ di suatu  titik  referensi  H  =  0,  dilanjutkan  ke  wilayah  darat melalui  pengukuran  sipat  datar  (teliti).  Menurut  teori  geodesi,  „msl‟  tidak  cocok  dijadikan sebagai  suatu  datum  vertikal  ideal,  karena  tidak  mewakili  sebagai  suatu  permukaan  datar  atau „level‟.  Datum   vertikal   pada   suatu   permukaan   datar,   dapat   terwakili   oleh   permukaan ekuipotensial  gayaberat  Bumi  yang  dinamakan  geoid.  „MSL‟  sebagai  suatu  permukaan  tidak datar,   permukaannya   bervariasi   disebabkan   oleh:   perbedaan   salinitas,   konstanta   angin (meteorologi),aliran arus-arus di permukaan dan di kedalaman (hidrologi dan oseonografi), yang membentuk  permukaan  topografi  muka  laut  atau  „sea  surface  topography‟  miring  atau  „tilt‟ (Subarya, 2019). Untuk saat ini implementasi tinggi tempat dalam pemetaan menggunakantinggi orthometrik.

Tinggi  geometrik  (=  „h‟) diukur dari  permukaan  elipsoida (contoh  terkini  menentukan  tinggi menggunakan  kerangka  referensi  WGS84(G1762)  epoch  2005.00), ke  suatu  titik  di  permukaan rupa  Bumi-bulat  dengan  ketinggian  yang  bervariasi.  Sejakpenentuan  posisi  titik  berbasis teknologi GNSS[GPS], untuk mendapatkan nilai geometri koordinat titik bujur (λ), lintang (φ), tinggi  elipsoida  (h),  dan  tinggi  orthometrik  (H)  dalam  pengukurannya  secara  geometris  dapat dilakukan    sekaligus,    tidak    terpisahkan    seperti    masa    lampau.    Permukaan    elipsoida merepresentasikan model matematik sederhana yang merupakan referensi permukaan tinggi GPS dan bila diafiliasikan dengan permukaan geoid, maka untuk mendapatkan tinggi orthometrik bisa diukur  secara  langsung(Subarya,  2019).  Hubungan  geometris  antara  ketiganya,  adalah  pada Gambar 10  berikut  ini.Tinggi  titik  hasil  pengamatan  dengan  GPS  diperoleh  nilai  tinggi Geometri, yaitu tinggi titik diatas/dibawah ellipsoid referensi.

 

 

Gambar 6. Hubungan geometris permukaan bumi, Geoid, dan Elipsoid Referensi

 

 



 Gambar 7. Konstelasi Satelit Gravimetri


Penyajian Data

Data-data sistem referensi geospasial ini kemudian dipublikasikan.  Publikasi atau penyajian data dapat dilakukan secara online dan realtime.  Pengguna atau user dapat akses ke portal tertentu yang telah didesain oleh stakeholder, kemudian dapat mendownload titik-titik referensinya.  Seperti di jelaskan di atas, bahwa realisasi dari sistem referensi ini berupa titik-titik banch mark (patok) di lapangan. Titik-titik tersebut berisi informasi koordinat, sistem koordinat yang digunakan, sistem proyeksi, dan juga elipsoid yang digunakan.

 

Instansi Berwenang untuk Layanan

Sistem referensi geospasial ini sifatnya dinamik.  Artinya perlu selalu dilakukan maintenance.  Sehinga perlu instansi atau lembaga yang menanganinya.  Tidak hanya berkaitan dengan maintenance saja, tapi berkaitan juga dengan pelayanan.  Seperti di jelaskan di atas, bahwa sistem referensi ini akan banyak digunakan oleh user. Sehingga perlu satu lembaga atau intansi yang mengaturnya.  Berkaitan dengan instansi ini, di Indonesia yang berwenang memberikan maintenance dan layanan adalah Badan Informasi Geospasial sesuai dengan amanat undang-undang geospasial tahun 2004.

 

 

IV.                 Perancangan Sistem Referensi Geospasial

Setelah sistem referensi geospasial ditentukan serta datum telah ditentukan.  Langkah selanjutnya adalah merealisasikan sistem referensi geospasial tersebut.  Untuk mendukung peta masa depan, dibuatlah titik-titik banch mark dalam bentuk pilar yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia.  Pilar-pilar ini ada ordenya. Mulai orde nol (yang paling teliti) sampai orde 4.  Jumlah orde nol tentunya lebih sedikit dibandingkan jumlah orde 4.  Orde nol yang terletak di bebera titik di Indonesia, kemudian di rapatkan oleh pilar-pilar orde 1.  Dari orde 1 dirapatkan lagi ke orde yang lebih rendah, yaitu ke orde 2, dan seterusnya sampai orde 4.  Berdasarkan PMNA-BPN, bahwa order 0 dan order 1 hasil pengukuran BIG didefinisikan sebagai titik dasar teknik (TDT) Order 2, Order 3 dan Orde 4. TDT tersebut berfungsi sebagai titik ikat pengukuran dan pemetaan dalam rangka penyelenggaraan pemetaan.  Orde 2 memiliki kerapatan 10Km, sedangkan order 3 memiliki kerapatan antara 1-2 km.

 

 Gambar 8. Perapatan Orde TDT

 

 

CORS

Dengan adanya teknologi satelit penentuan posisi, pengukuran posisi dapat dilakukan dengan cepat dan real time.  Beberapa satelit penentuan posisi tersebut diantaranya adalah GPS, GLONASS, Beidou, dan Galileo.  Semua sistem poisisi satelit tersebut kemudian dinamakan GNSS atau Global Navigation Satellite.  Perkembangan GNSS telah menuju pada penggunaan Continous Operating Reference System atau CORS yang dapat memberikan sinyal GPS secara  terus menerus.  Setiap jaringan CORS terdiri dari beberapa stasiun GNSS yang terkoneksi menggunakan jaringan komunikasi untuk saling kontrol dan dapat melakukan komputasi secara realtime.  Dengan adanya CORS ini, pengguna atau user dapat melakukan pengukuran dengan sistem referensi geospasial secara realtime.

 

 

Gambar 9. Pilar CORS

 

 

Real Time Koordinat

Dengan adanya CORS, maka ketika pengguna akan melakukan pengukuran dengan GPS dapat dilakukan secara real time.  Yang artinya bahwa koordinat yang diperoleh adalah koordinat saat itu juga dan dalam sistem referensi geospasial yang telah ditentukan.  Hal ini tentunya akan mendukung peta masa depan.  Dimana dengan koordinat real time, akurat dan dalam satu sistem ini akan mempercepat pembuatan peta. Baik itu peta baru maupun updating.  Kedepan, dengan semakin mudah dan tersebarnya jaringan internet. Akan semakin memudahkan komunikasi antar GPS CORS, sehingga perapatan pilar-pilar untuk orde 4 bisa jadi tidak dibutuhkan lagi.  Apalagi jika, disetiap device sudah bisa disematkan sistem CORS dan aplikasi transformasi koordinat.  Sehingga semua device atau perangkat mobile yang menggunakan poisisi akan mendapatkan koordinat real time yang presisi dan dalam satu sistem koordinat geospasial.

 

Internet of Things (IOT)

 



Gambar 10. Skema Internet of Things

Gambar 10 menunjukkan skema dasar dari IOT.  Dengan memanfaatkan teknologi ini, semua barang dalam hal ini bisa pilar-pilar CORS, device Smartphone, mobil, motor dan benda-benda lainnya yang berkaitan dengan posisi akan dapat melakukan pengukuran, penghitungan, dan melakukan sebuah aksi yang real time.  ITRF dapat diupdate secara realtime, kemudian informasinya juga bisa langsung dapat digunakan oleh enduser.  Peta-peta dan pilar-pilar koordinatnya juga otomatis terupdate. 

Gambar 11. Aplikasi IOT, CORS dan Location Apps

 

Interoperability

Interoperability atau kemudahan untuk berbagai pakai dalam berbagai macam platform sangat diperlukan.  Tidak hanya dari segi hardware nya saja, tapi juga dari sisi softwarenya.  Seperti kita ketahui bersama, bahwa konstelasi satelit penentuan posisi di atas bumi sangat banyak.  Tentunya diperlukan struktur data yang dapat digunakan berbagi pakai sepeti RINEX.  Dengan menentukan format data atau struktur data yang umum, maka interoperability akan memudahkan pengguna untuk mengakses data GPS. 

Jika interoperabilitynya berkaitan dengan sistem georefensinya, maka berbagai macam sumber data dapat di konversi ke dalam sitem referensi geospasial ini.  Misalnya data-data BIM yang dibuat dengan sistem referensi lokal, dengan menggunakan transformasi koordinat dapat dengan mudah di transformasikan ke dalam sistem referensi geospasial nasional. 

 

Gambar 12. Interoperability BIM dan GIS














Gambar 13. Transformasi koordinat Global ke Lokal – Lokal ke Global secara Seamless

 

Kontrol Kualitas

Kontrol kualitas adalah hal yang sangat penting dalam sistem referensi geospasial ini.  Untuk menjaga kontrol kualitas tetap terjaga, maka perlu dibaut SOP (Standard Operating Prosedure)nya.  SOP ini berkaitan dengan semua proses.  Mulai dari Perancangan, Perencanaan dan juga Realisasinya.  Dalam hal perancangan misalnya, dimana lokasi yang terbaik untuk membuat pilar-pilar CORS, agar dapat mewakili seluruh wilayah Indonesia, memberikan ketelitian yang baik serta mudah di akses.  Juga berkaitan dengan perapatan titik kontrol misalnya. Berapa toleransi error yang masih diperbolehkan.

Kontrol kualitas harus dilakukan oleh instansi.  Adapun kalau di Indonesia, menurut penulis instansi yang dapat melakukan kontrol kualitas adalah BIG, ATR/BPN, LAPAN, dan PUPR.

 

 

V.              Penutup

Sistem Referensi Geospasial wajib ditentukan oleh masing-masing negara sesuai dengan karakteristik negara tersebut.  Sistem referensi geospasial ini penting, karena untuk peta masa depan pembuatan peta bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja dengan cara yang mudah.  Agar semua produk peta tersebut dapat diintegrasikan, diperlukan sistem referensi geospasial. 

Dalam realisasinya, sistem referensi geospasial dapat memanfaatkan teknologi terkini seperti CORS dan IOT.  Dengan sistem ini, semua aktivitas yang berkaitan dengan posisi dapat dilakukan secara instan atau real time, akurat dan dalam satu sistem yaitu sistem referensi geospasial.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

OBSLUZIVO INDONESIA

ASPEK SURVEI DALAM BIM

SOLUSI ALTERNATIF PEMETAAN SKALA BESAR DI INDONESIA