Sistem Referensi Geospasial Untuk Peta Masa Depan
Pada Penjelasan
Penjelasan Undang Undang
Informasi Geospasial Nomor 4 Tahun 2011
tentangInformasi Geospasial, Pasal 27 Ayat(2) Huruf a. Sistem Referensi
Geospasial (SRG) adalahmeliputi :
a. datum geodesi; b. system referensi koordinat; c. sistemproyeksi.
Menurut Peraturan Kepala
Badan Informasi Geospasial Nomor
15 Tahun 2013, Sistem Referensi
Geospasial adalah suatu sistem referensi
koordinat, yang digunakan
dalam pendefinisian dan
penentuan posisi suatu
entitas geospasial mencakup posisi
horizontal, posisi vertikal
maupun nilai gayaberat
berikut perubahannya sebagai fungsi
waktu.Sistem Referensi Geospasial
terdiri atas Sistem
Referensi Geospasial Horisontal dan Sistem Referensi Geospasial
Vertikal.
Datum geodesi
didefinisikan sebagai a
curved reference surface
that is used
to express the positions
of features consistently(Blick, 2014). Kemudian Clynch,
2006 mendefinisikan A datum can
be defined by
specifying the ellipsoid,
the coordinates of
a single point
and the direction north. The
point ties down the ellipsoid to the physical earth and also implicitly defines
the placement of
the center of
the earth. Dalam pengertian
tentang datum, disebutkan
suatu bentuk geometri yang
digunakan sebagai referensi untuk mengekspresikan posisi
dimuka bumi. Bentuk geometri tersebut dinamakan
dengan ellipsoid. Bentuk
bumi sesungguhnya sangat
tidak teratur, maka untuk mendekati bentuk bumi yang tidak teratur tadi
digunakan ellipsoid tersebut. Dalam Ellipsoid disusun
system koordinat X,Y,Z
dengan pusat koordinat
di pusat ellipsoid tersebut. Bumi
fisis juga memiliki
system koordinat Xe,Ye,Ze
(CTS) tersendiri dengan
pusat koordinat pada pusat massa bumi.
Datum lebih menekankan letak posisi bentuk matematis bumi atau ellipsoid
terhadap bentuk fisis bumi sebenarnya. Hubungan letak ellipsoid danbentuk fisis
bumi dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.
Sehingga
untuk mendefinisikan koordinat, kedudukan dan orientasinya dalam ruang di muka
bumi, parameter yang digunakan oleh suatu datum adalah:
· Parameter utama, yaitu setengah sumbu panjang ellipsoid
(a), setengah sumbu pendek (b), dan penggepengan ellipsoid (f).
·
Parameter translasi, yaitu yang mendefinisikan koordinat
titik pusat ellipsoid (Xo,Yo,Zo) terhadap titik pusat bumi.
·
Parameter rotasi, yaitu (εx, εy, εz) yang mendefinisikan
arah sumbu-sumbu (X,Y,Z) ellipsoid.
III. Perencanaan Sistem Referensi Geospasial
Sistem referensi geospasial merupakan kebutuhan yang wajib di definisikan. Untuk itu perlu ditentukan sistem referensi
geospasial yang sesuai untuk wilayah Indonesia.
Adapun langkah-langkah dalam menentukan Sistem referensi geospasial adalah
sebagai berikut:
a.
Penentuan Datum yang digunakan
Penentuan dataum atau acuan,
diperlukan sistem koordinat yang akan digunakan, model ellipsoid, serta
melakukan pengamatan untuk mendapatkan defleksi vertikal mendekati nilai
nol. Berkaitan dengan sistem koordinat, dipilihlah koordinat dengan sistem dipakai di
dunia yaitu sistem koordinat geodesi dengan menggunakan titik tinggi dari
geoid. Sistem koordinat geodesi adalah
sistem koordinat yang sumbu pusatnya berimpit dengan pusat masa bumi. Sumbu Z mengarah ke kutub utara, sumbu x
merupakan perpotongan dari median yang melewati greenwhic dan bidang
ekuator. Sedangkan sumbu Y orthogonal
dengan sumbu X dan sumbu Z mengikuti aturan tangan kanan. Untuk menetukan Sumbu Z, berdasarkan
konferensi CTP. Adapun untuk kerangkanya
digunakan kerangka dari ITRF atau International Terrestrial Reference Frame.
ITRF (International Terrestrial Reference Frame) adalah suatu produk
dari The International Earth Rotation
and Reference Systems
Services (IERS) sebuah lembaga badan yang bertanggung jawab dalam
menjaga standar waktu global dan kerangka referensi, khususnya melalui kelompok Earth Orientation
Parameter(EOP) dan International Celestial
Reference System(ICRS)
miliknya. Salah satu
fungsi IERS adalah
mengumumkan detik kabisat (Wikipedia).
ITRF dijadikan kerangka
referensi sebagai datum
geodesi nasional pada
masing-masing negara di dunia. Institusi IERS ini menggantikan
tugas dan fungsi institusi yang dikenal dengan
nama International Polar
Motion Service (IPMS)
dan BIH (Bureau
International de I‟Heure). ITRF
setelah melalui beberapa kesepakatandalamkonvensi adalah
merupakan suatu kerangka referensi
global ideal dari system
referensi International Terrestrial
Reference System (ITRS)(Petit dan
Luzum, 2010 dalam Cecep S, 2019). Realisasi ITRS ini
berlanjut dan diberi nama ITRF-yy,
yy menunjukkan tahun realisasi tersebut. Realisasi ITRS ini pertama kali dilakukan pada
tahun 1988 dan
diberi nama ITRF88. Realisasi ITRS yang
terpublikasi sampai saat ini adalah ITRF08,
artinya kerangka koordinat
dan kecepatan yang
dihitung dengan menggunakan semua
data IERS sampai akhir tahun 2008 (Cecep, 2014). Wujud ITRF ini adalah nilai–nilai koordinat
dari jaring kontrol
geodesi yang tersebar
diseluruh dunia sesuai
dengan epok pengamatan (tahun
pengamatan) oleh IERS. Setiap
realisasi ITRF yang
baru, IERS mempublikasikan revisi
seri sebelumnya dalam
hal posisi/nilai koordinat
dan laju kecepatan untuk jaringan
global kontrol geodesi
yang terdiri
dari beberapa ratus
stasiun control/penjejak (tracking stations).
Realisasi ITRF 2008
beserta cara pengukuran
posisi stasiun control
yang tersebar diseluruh permukaan bumi yang dipublikasikan oleh IERS dapat dilihat pada
gambar 3 berikut ini.
Gambar 3 Realisasi ITRF olehIERS di seluruh permukaan bumi
Oleh IERS posisi stasiun control
didefinisikan koordinatnya dan dipublikasikan keseluruh dunia sebagai Realisasi
ITRF2008. Realisasi evolusi ITRF terkini
adalah ITRF2014 (Altamimi et al., 2016, dalam Subarya 2019).Suatu realisasiITRF
dihasilkan dari proses hitungannilai
koordinat stasiun-stasiundan
kecepatan linier dan non-linier pergerakan ratusan stasiun
VLBI/SLR/GNSS/DORIS. ITRF saat
ini merupakan sistem
kerangka yang stabil
pada tingkat milimeter, dan
pada evolusi realisasi
terkini ITRF2014 epoch
2010.0 yang dalam
prosesnya memperhitungkan
suatu inovasi dalam
pemodelan sinyal-sinyal periodik
(tahunan dan setengah tahunan)
dan „post seismic deformations atau PSD‟ pada wilayah di berbagai belahan dunia
yang terdampak oleh gempa
bumi kuat, seperti
diantaranya di bagian
barat P. Sumatra
(ibid, 2016). Pada evolusinya pergeseran yang
terjadi atau „shift geocenter‟
dari ITRF2008 ke
ITRF2014 adalah sebesar 3,5
mm (Altamimi et
al., 2016, dalam
Subarya 2019). Stasiun –stasiun kontrol yang terpasang diseluruh dunia ini
akan digunakan sebagai acuan atau referensi pengadaan titik kontrol atau titik
referensi lainnya dengan klasifikasi yang lebih rendah. Dalam spesifikasi datum
perlu dituliskan referensi
ITRF-YY, karena akan
digunakan sebagai referensi
koordinat. Distribusi stasiun kontrol diseluruh dunia dapat dilihat pada
gambar 4 berikut ini.
Gambar 4 Distribusi titik referensi Geodesi di seluruh Permukaan Bumi
Model
Elipsoid Best Fit WGS’84
Setelah sistem referensi di
definisikan, selanjutnya adalah menentukan model bumi yang tepat. Pengamatan-pengamatan satelit digunakan untuk
dapat menentukan model matematik yang mendekati bentuk bumi. Dimana model matematik yang tepat adalah
model ellipsoid. Sampai saat ini, model
ellipsoid yang best fit dengan bentuk bumi dan mendekati bentuk geoid secara
global adalah ellipsoid WGS’84.
Ellipsoid WGS’84 ini digunakan sebagai ellipsoid referensi. Adapun empat parameter yang di definisikan di
dalam WGS’84 adalah sebagai berikut:
·
Setengah
sumbu panjang elipsoid: a = 6378137 meter
·
Penggepengan
(flattening): f = 1/298,257223563
·
Kecepatan
angular bumi ω = 7292115 x 10-11 rad/sekon
·
Konstanta
gravitasi bumi G =
3986005 x 10-8 m3/sekon2
Menentukan
Geoid
Untuk mengetahui
bentuk bumi sesungguhnya, pada
sekitar abad 17,
para pakar kebumian yaitu geofisis dan geodet, telah bersepakat
bahwa permukaan air
laut rata-rata yang tidak
terganggu (oleh angin, cuaca, pasang-surut
dan lain-lain) dipakai sebagai
bentuk fisis-teoritis daripada
permukaan bumi, karena pada
permukaan ini mempunyai
realita fisis sebagai bidang potensial yang menyelimuti
permukaan bumi. Bidang potensial ini yang akan digunakan untuk mengetahui
bentuk fisis bumi. Di mana pada bidang potensial ini, semua garis gaya berat akan
melaluinya secara tegaklurus. Sehingga alat-alat ukur seperti theodolit dan
waterpass yang nivo-nivonya telah
seimbang, maka Sumbu I-nya
telah tegak lurus
pada bidang ekuipotensial yang sejajar
dengan geoid setempat.
Selanjutnya oleh Listing,
permukaan ini dinamakan geoid,sehingga geoid ini dinyatakan
sebagai bentuk fisis bumi sesungguhnya.
Setelah dilakukan survei gaya
berat secara global, di daratan dengan peralatan gravimeter maupun di
lautan dengan satelit
gravimetri, ternyata
permukaan geoid ini
bukan permukaan bidang yang
teratur, tetapi bergelombang/berundulasi bergantung pada distribusi kepadatan massa batuan di sekitarnya.
Permukaan geoid ini merupakan referensi tinggi yang digunakan.
b.
Penentuan Sistem Referensi Koordinat Horisontal
Sistem Referensi Geospasial Horisontal menggunakan referensi model
matematik bumi yang berupa
Elipsoid. Sistem referensi koordinat berupa system referensi koordinat
geosentrik (3D) yaitu Sistem Koordinat
Kartesian : X, Y, Z dan atau system koordinat pada
bidang lengkung (Sistem Koordinat Geodetis)
: Bujur (λ), lintang (φ) dan
tinggi ellipsoid (h). Sistem koordinat tersebut
didefinisikan pada ellipsoid sebagai sistem
referensi koordinat pada bentuk fisis
bumi. Dalam system Referensi
Geospasial Horisontal dalam
Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 diatur sebagai
berikut : titik pusat sistem koordinat berimpit dengan pusat massa bumi sebagaimana
digunakan dalam ITRS,
satuan dari sistem
koordinat berdasarkan Sistem Satuan
Internasional (SI); dan
orientasi sistem koordinat
bersifat equatorial, dimana
sumbu Z searah dengan
sumbu rotasi bumi,
sumbu X adalah
perpotongan bidang equator
dengan garis bujur yang
melalui greenwich (greenwich
meridian), dan sumbu
Y berpotongan tegak
lurus terhadap sumbu X
dan Z pada
bidang equator sesuai dengan
kaidah sistem koordinat
tangan kanan, sebagaimana digunakan dalam ITRS.
Kerangka
Referensi Koordinat dalam system
referensi Geospasial horizontal
diperoleh dari hasil publikasi
IERS berupa ITRF
pada waktu tertentu.
Wujud Kerangka Referensi
Koordinat adalah Jaring Kontrol
Geodesi dengan stasiun–stasiun kontrol
geodesi direalisasikan dalam bentuk
fisik dilapangan berupa
pilar/monument/stasiun/Bench
Mark/Titik Kontrol/Titik dasar Teknik.
Jaring Kontrol Geodesi
ini memiliki parameter
waktu, sehingga harus
didefinisikan kembali nilai koordinatnya
pada durasi waktu
tertentu. Hal ini
terjadi karena terjadi
nya deformasi kerak bumi,
yaitu perubahan elastis
linier pada bentuk
dan ukuran pada
kerak bumi akibat dari pergerakan
lempeng tektonik atau lapisan lithosfir. Dalam system referensi geospasial
horizontal ini harus
dapat menunjukkan perubahan nilai
koordinat sebagai fungsi
waktu yaitu vektor perubahan
nilai koordinat sebagai
fungsi waktu dari
suatu titik kontrol
geodesi yang diakibatkan oleh
pengaruh pergerakan lempeng
tektonik dan deformasi
kerak bumi. Dengan demikian Datum yang diperoleh tidak
lagi datum static, melainkan sudah menuju kearah datum dinamik atau
kinematik.Sebelumnya
kegiatan pengukuran dan
pemetaan bereferensi pada Sistem
referensi yang berorientasi
pada datum static,
nilai koordinat tetap
tidak mengalami perubahan.
c.
Penentuan Sistem Referensi Koordinat Vertikal
Dalam kegiatan survei,
pengukuran dan pemetaan untuk menentukan tinggi suatu titik di muka bumi harus
diketahui titik nol sebagai referensi, maka bidang referensi titik nol = datum
vertikal ini digunakan
untuk menentukan tinggi
tempat. Datum Vertikal
secara geometris dapat dibedakan dalam 2 (dua) system yaitu :
·
Suatu permukaan „ideal‟
bidang matematis hitungan
yaitu geoid tinggi
gravimetrik (=„N‟), sebagai bidang permukaan ekuipotensial medan
gayaberat Bumi atau disebut Tinggi Orthometrik.
·
Permukaan elipsoida referensi, yaitu tinggi
diatas permukaan ellipsoid
refrensi yang digunakan, system
ini disebut Tinggi Geometri.
Tinggi orthometrik
(=„H‟) bereferensi ke
“quasi-geoid” yang merupakan
suatu bidang permukaan ekuipotensial
gayaberat dan didefinisikan
secara kuadrat terkecil,
berimpit dengan bidang fisis
Bumi yaitu muka
laut rata-rata atau
mean sea level
(msl) global dalam
keadaan diam. Pada umumnya,
suatu datum tinggi
orthometrik yang sifatnya
„lokal‟, dibangun ditepi pantai berkolokasi terhadap „msl‟ di
suatu titik referensi
H = 0,
dilanjutkan ke wilayah
darat melalui pengukuran sipat
datar (teliti). Menurut
teori geodesi, „msl‟
tidak cocok dijadikan sebagai suatu
datum vertikal ideal,
karena tidak mewakili
sebagai suatu permukaan
datar atau „level‟. Datum
vertikal pada suatu
permukaan datar, dapat
terwakili oleh permukaan ekuipotensial gayaberat
Bumi yang dinamakan
geoid. „MSL‟ sebagai
suatu permukaan tidak datar,
permukaannya bervariasi disebabkan
oleh: perbedaan salinitas,
konstanta angin
(meteorologi),aliran arus-arus di permukaan dan di kedalaman (hidrologi dan
oseonografi), yang membentuk permukaan
topografi muka laut atau „sea
surface topography‟ miring
atau „tilt‟ (Subarya, 2019).
Untuk saat ini implementasi tinggi tempat dalam pemetaan menggunakantinggi
orthometrik.
Tinggi geometrik
(= „h‟) diukur dari permukaan
elipsoida (contoh terkini menentukan
tinggi menggunakan kerangka referensi
WGS84(G1762) epoch 2005.00), ke
suatu titik di
permukaan rupa Bumi-bulat dengan
ketinggian yang bervariasi.
Sejakpenentuan posisi titik
berbasis teknologi GNSS[GPS], untuk mendapatkan nilai geometri koordinat
titik bujur (λ), lintang (φ), tinggi
elipsoida (h), dan
tinggi orthometrik (H)
dalam pengukurannya secara
geometris dapat dilakukan sekaligus, tidak
terpisahkan seperti masa
lampau. Permukaan elipsoida merepresentasikan model matematik
sederhana yang merupakan referensi permukaan tinggi GPS dan bila diafiliasikan
dengan permukaan geoid, maka untuk mendapatkan tinggi orthometrik bisa
diukur secara langsung(Subarya, 2019).
Hubungan geometris antara
ketiganya, adalah pada Gambar 10 berikut
ini.Tinggi titik hasil
pengamatan dengan GPS
diperoleh nilai tinggi Geometri, yaitu tinggi titik
diatas/dibawah ellipsoid referensi.
Gambar 6. Hubungan geometris
permukaan bumi, Geoid, dan Elipsoid Referensi
Gambar 7. Konstelasi Satelit Gravimetri
Penyajian Data
Data-data sistem referensi geospasial ini kemudian dipublikasikan. Publikasi atau penyajian data dapat dilakukan
secara online dan realtime. Pengguna
atau user dapat akses ke portal tertentu yang telah didesain oleh stakeholder,
kemudian dapat mendownload titik-titik referensinya. Seperti di jelaskan di atas, bahwa realisasi
dari sistem referensi ini berupa titik-titik banch mark (patok) di lapangan.
Titik-titik tersebut berisi informasi koordinat, sistem koordinat yang
digunakan, sistem proyeksi, dan juga elipsoid yang digunakan.
Instansi Berwenang untuk Layanan
Sistem referensi geospasial ini sifatnya dinamik. Artinya perlu selalu dilakukan
maintenance. Sehinga perlu instansi atau
lembaga yang menanganinya. Tidak hanya
berkaitan dengan maintenance saja, tapi berkaitan juga dengan pelayanan. Seperti di jelaskan di atas, bahwa sistem
referensi ini akan banyak digunakan oleh user. Sehingga perlu satu lembaga atau
intansi yang mengaturnya. Berkaitan
dengan instansi ini, di Indonesia yang berwenang memberikan maintenance dan
layanan adalah Badan Informasi Geospasial sesuai dengan amanat undang-undang
geospasial tahun 2004.
IV. Perancangan Sistem Referensi Geospasial
Setelah sistem referensi geospasial ditentukan serta datum telah
ditentukan. Langkah selanjutnya adalah
merealisasikan sistem referensi geospasial tersebut. Untuk mendukung peta masa depan, dibuatlah
titik-titik banch mark dalam bentuk pilar yang menyebar di seluruh wilayah
Indonesia. Pilar-pilar ini ada ordenya.
Mulai orde nol (yang paling teliti) sampai orde 4. Jumlah orde nol tentunya lebih sedikit
dibandingkan jumlah orde 4. Orde nol
yang terletak di bebera titik di Indonesia, kemudian di rapatkan oleh
pilar-pilar orde 1. Dari orde 1 dirapatkan
lagi ke orde yang lebih rendah, yaitu ke orde 2, dan seterusnya sampai orde
4. Berdasarkan PMNA-BPN, bahwa order 0
dan order 1 hasil pengukuran BIG didefinisikan sebagai titik dasar teknik (TDT)
Order 2, Order 3 dan Orde 4. TDT tersebut berfungsi sebagai titik ikat
pengukuran dan pemetaan dalam rangka penyelenggaraan pemetaan. Orde 2 memiliki kerapatan 10Km, sedangkan
order 3 memiliki kerapatan antara 1-2 km.
Gambar 8. Perapatan Orde TDT
CORS
Dengan adanya teknologi satelit penentuan posisi, pengukuran posisi
dapat dilakukan dengan cepat dan real time.
Beberapa satelit penentuan posisi tersebut diantaranya adalah GPS,
GLONASS, Beidou, dan Galileo. Semua
sistem poisisi satelit tersebut kemudian dinamakan GNSS atau Global Navigation
Satellite. Perkembangan GNSS telah
menuju pada penggunaan Continous Operating Reference System atau CORS yang
dapat memberikan sinyal GPS secara terus
menerus. Setiap jaringan CORS terdiri
dari beberapa stasiun GNSS yang terkoneksi menggunakan jaringan komunikasi untuk
saling kontrol dan dapat melakukan komputasi secara realtime. Dengan adanya CORS ini, pengguna atau user
dapat melakukan pengukuran dengan sistem referensi geospasial secara realtime.
Gambar 9. Pilar CORS
Real Time Koordinat
Dengan adanya CORS, maka ketika pengguna akan melakukan pengukuran
dengan GPS dapat dilakukan secara real time.
Yang artinya bahwa koordinat yang diperoleh adalah koordinat saat itu
juga dan dalam sistem referensi geospasial yang telah ditentukan. Hal ini tentunya akan mendukung peta masa
depan. Dimana dengan koordinat real
time, akurat dan dalam satu sistem ini akan mempercepat pembuatan peta. Baik
itu peta baru maupun updating. Kedepan,
dengan semakin mudah dan tersebarnya jaringan internet. Akan semakin memudahkan
komunikasi antar GPS CORS, sehingga perapatan pilar-pilar untuk orde 4 bisa
jadi tidak dibutuhkan lagi. Apalagi
jika, disetiap device sudah bisa disematkan sistem CORS dan aplikasi
transformasi koordinat. Sehingga semua device
atau perangkat mobile yang menggunakan poisisi akan mendapatkan koordinat real
time yang presisi dan dalam satu sistem koordinat geospasial.
Internet of Things (IOT)
Gambar 10. Skema Internet of Things
Gambar 10 menunjukkan skema dasar dari IOT. Dengan memanfaatkan teknologi ini, semua barang dalam hal ini bisa pilar-pilar CORS, device Smartphone, mobil, motor dan benda-benda lainnya yang berkaitan dengan posisi akan dapat melakukan pengukuran, penghitungan, dan melakukan sebuah aksi yang real time. ITRF dapat diupdate secara realtime, kemudian informasinya juga bisa langsung dapat digunakan oleh enduser. Peta-peta dan pilar-pilar koordinatnya juga otomatis terupdate.
Gambar 11. Aplikasi IOT, CORS dan
Location Apps
Interoperability
Interoperability atau kemudahan untuk berbagai pakai dalam berbagai
macam platform sangat diperlukan. Tidak
hanya dari segi hardware nya saja, tapi juga dari sisi softwarenya. Seperti kita ketahui bersama, bahwa
konstelasi satelit penentuan posisi di atas bumi sangat banyak. Tentunya diperlukan struktur data yang dapat
digunakan berbagi pakai sepeti RINEX.
Dengan menentukan format data atau struktur data yang umum, maka
interoperability akan memudahkan pengguna untuk mengakses data GPS.
Jika interoperabilitynya berkaitan dengan sistem georefensinya, maka berbagai
macam sumber data dapat di konversi ke dalam sitem referensi geospasial
ini. Misalnya data-data BIM yang dibuat
dengan sistem referensi lokal, dengan menggunakan transformasi koordinat dapat
dengan mudah di transformasikan ke dalam sistem referensi geospasial nasional.
Gambar 12. Interoperability BIM dan
GIS
Gambar 13. Transformasi koordinat
Global ke Lokal – Lokal ke Global secara Seamless
Kontrol Kualitas
Kontrol kualitas adalah hal yang sangat penting dalam sistem referensi
geospasial ini. Untuk menjaga kontrol
kualitas tetap terjaga, maka perlu dibaut SOP (Standard Operating Prosedure)nya. SOP ini berkaitan dengan semua proses. Mulai dari Perancangan, Perencanaan dan juga
Realisasinya. Dalam hal perancangan
misalnya, dimana lokasi yang terbaik untuk membuat pilar-pilar CORS, agar dapat
mewakili seluruh wilayah Indonesia, memberikan ketelitian yang baik serta mudah
di akses. Juga berkaitan dengan
perapatan titik kontrol misalnya. Berapa toleransi error yang masih
diperbolehkan.
Kontrol
kualitas harus dilakukan oleh instansi.
Adapun kalau di Indonesia, menurut penulis instansi yang dapat melakukan
kontrol kualitas adalah BIG, ATR/BPN, LAPAN, dan PUPR.
V.
Penutup
Sistem Referensi Geospasial wajib ditentukan oleh masing-masing negara
sesuai dengan karakteristik negara tersebut.
Sistem referensi geospasial ini penting, karena untuk peta masa depan
pembuatan peta bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja dengan cara yang
mudah. Agar semua produk peta tersebut
dapat diintegrasikan, diperlukan sistem referensi geospasial.
Dalam
realisasinya, sistem referensi geospasial dapat memanfaatkan teknologi terkini
seperti CORS dan IOT. Dengan sistem ini,
semua aktivitas yang berkaitan dengan posisi dapat dilakukan secara instan atau
real time, akurat dan dalam satu sistem yaitu sistem referensi geospasial.
Komentar
Posting Komentar